MUHAMMADIYAH.OR.ID, LYON—Mantan Direktur LazisMu Pusat yang kini sedang menyelesaikan studi doktoralnya di Ecola Normale Superieur (ENS), Lyon, Perancis, Andar Nubowo menyebut bahwa, saat ini sedang terjadi kontestasi perebutan makna Islam Moderat di Indonesia.
Dalam surat al Baqarah ayat 143, umat Islam disebut sebagai umat yang tengahan. Menurut Andar Nubowo, wasathiyah merupakan fi’il muta’adhi, artinya fi’il yang tidak bisa berdiri sendiri. Dalam arti, istilah wasathiyah tidak bisa diartikan kecuali jika ada konteksnya. Di Indonesia, terma Islam Moderat cenderung baru, terma ini belum sering digunakan pada era pra reformasi oleh para intelektual-ulama karena konteksnya belum muncul.
Namun pasca reformasi yang dibarengi munculnya kelompok-kelompok Islam ekstrim kanan, kemudian terma Islam Moderat dimunculkan sebagai mutiara terpendam dan diangkat menjadi diskursus untuk melawan ekstrimisme Islam. Andar menegaskan dalam konteks Indonesia, bahwa Wasathiyah Islam pasca reformasi dianggap sebagai mutiara Islam yang harus diambil kembali.
“Islam itu sebenarnya ajaran dasarnya moderat, tetapi moderat itu artinya juga syaja’ah (berani). Jadi Islam Moderat itu bukan Islam yang lembek, tapi Islam yang punya pengetahuan, dan dengan pengetahuan itu menjadi syuja’ah,” ungkap Andar pada (23/4) dalam diskusi yang disiarkan oleh Jaringan Intelektual Berkemajuan.
Islam Moderat juga tawasuth dan tawazun, atau Islam yang berada di tengah-tengah dan menjadi saksi atas ajaran-ajaran yang lain. Ia menegaskan bahwa Islam Moderat adalah inti dan dasar ajaran Agama Islam. Tetapi di sisi lain terma ini berdampak negatif karena menjadi instrumentalisasi politik oleh rezim untuk tujuan politik mereka.
Andar Nubowo menjelaskan, sisi positif intrumentalisasi Islam Moderat pasca reformasi adalah digunakan untuk melawan ekstrimisme agama. Namun instrumentalisasi ini juga bisa berdampak negatif ketika yang menggunakan adalah kelompok politik. Ia beralasan karena Islam Moderat dalam panggung politik sering digunakan untuk menambah Islamic credential mereka.
Menurutnya, instrumentalisasi Islam oleh kelompok politik tertentu akan menimbulkan benturan antar internal kelompok Islam. Dampak lainnya adalah menimbulkan polariasai kutub keagamaan Islam di Indonesia. Dengan demikian, Islam Moderat di Indonesia juga menjadi ajang kontestasi makna oleh organisasi-organisasi Islam tersebut.