MUHAMMADIYAH.OR.ID, MAKASSAR – Di dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya Muhammad Saw seringkali menggunakan ungkapan dalam bentuk kalimatut tafdhil, yaitu kalimat superlatif yang mengandung pesan-pesan unggul atau keutamaan. Misalnya Surat Ali Imran ayat 102 dan 104.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, penggunaan kalimatut tafdhil telah mengilhami Kiai Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah.
Pada masa hidupnya, Kiai Dahlan melakukan banyak terobosan unggul dalam berbagai hal yang mendobrak pakem masyarakat: pemberdayaan perempuan, pendirian sekolah Islam modern, pendirian rumah sakit pribumi pertama, dan berbagai gagasan penting lainnya.
Karenanya, dari Kalimatut tafdhil menurut Haedar juga tersimpan penegasan agar Muhammadiyah beserta warganya senantiasa berusaha ke arah yang unggul.
“Maka dalam hidup kita, dalam Bermuhammadiyah kita, dalam bermasyarakat, berumat, berbangsa bernegara, selalu harus ada ikhtiar kita bagaimana agar jejak dan perjalanan serta kiprah kita ini bermakna, berguna, dan bermaslahah sehingga hidup kita tidak sekadar hidup, Bermuhammadiyah tidak sekadar bermuhammadiyah, Berislam tidak sekadar Islam semata-mata, tetapi semuanya harus kita rekonstruksi menjadi sesuatu yang punya nilai lebih,” pesannya.
Dalam Silaturahmi di Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) pagi ini, Ahad (15/1), Haedar mengatakan upaya untuk menjadi unggul itu memang menjadi keniscayaan hidup sehingga derajat manusia pada akhirnya berbeda-beda meskipun awalnya Tuhan menciptakan manusia setara.
“Manusia juga diciptakan sama, tapi ada yang menjalankan fungsi kekhalifahan dengan baik, tapi juga ada yang fasad fil ardh. Potensinya sama. Yang satu dipakai untuk membangun, tapi di pihak lain ada orang yang sama hebatnya tapi menayalahgunakan kehebatan itu untuk fasad fil ardh. Nah Allah dan Rasul menuntut kita untuk sesuatu yang superlatif tadi, yang tafdhil,” ungkapnya.
Haedar lalu mengajak agar warga Muhammadiyah tidak berbangga dengan capaian jumlah Amal Usaha yang dimiliki seperti 171 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA). Dia juga menantang warga Muhammadiyah mengamalkan kalimatut tafdhil sebagaimana Kiai Ahmad Dahlan.
“Kita sekarang punya 171. Satu di Malaysia. Kita satu-satunya organisasi swasta yang punya sebanyak itu. Itupun sudah kita kekang untuk tidak banyak mendirikan. Mungkin kalau dibolehkan, setiap cabang mendirikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Tapi Muhammadiyah tidak. Karena kalimatut tafdhil kita. Sekarang eranya kita jangan hanya punya universitas, punya perguruan tinggi. Tapi Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang berkualitas seperti apa yang bisa kita hadirkan saat ini. Nah itu Kalimatut tafdhil-nya,” seru Haedar.
Berjalannya musyawarah lanjutan di tubuh persyarikatan setelah Muktamar dia harapkan menjadi modal untuk merumuskan penerjemahan kalimatut tafdhil Muhammadiyah dalam lima tahun mendatang.
“Kita sudah muktamar, nanti musywil, diikuti musyda, musycab sampai musyran kita yang juga harus kalimatut tafdhil. Muhammadiyah, ‘Aisyiyah yang seperti apa yang kita tampilkan dalam lima tahun ke depan. Nah jika itu menjadi agenda dan komitmen kita, Insyaallah bahwa kita akan bergerak bersama dalam satu sistem gerakan,” pungkasnya. (afn)