MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Tidak banyak atau bahkan mungkin nyaris tidak ada organisasi di Indonesia yang sepantaran Muhammadiyah yang masih eksis sampai sekarang. Alih-alih meredup, pancaran sinar pencerahan yang diberikan oleh Muhammadiyah kekinian justru semakin terang-benderang.
Gambaran tersebut sebagaimana yang disampaikan Prof. Siti Ruhaini Dzuhayatin, pada Jumat Malam (17/6) di acara Pengajian Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara daring. Prof. Ruhaini dalam paparannya membagi perkembangan Muhammadiyah sekurangnya ke dalam tiga babak. Babak pertama proses berdirinya (becoming).
Pada babak pertama ini, Muhammadiyah berhasil membawa Islam yang awalnya hanya bersifat ethno religious, menjadi etika publik atau nilai-nilai sipil. Atau bergerak dari sentiment eksklusif menuju etika sosial yang luas – inklusif, seperti moderat, egaliter, inklusif, dan seterusnya yang kemudian menjadi landasan Negara modern berbasis kewarganegaraan.
“Muhammadiyah membangun basis ker warga an Muslim Urban yang civic, terpelajar, mandiri, dan berkemajuan, memberikan jaminan kesehatan, pendidikan modern, kemandirian ekonomi, dan politik yang elegan yang adiluhung”. Ucapnya.
Laku hidup masyarakat yang dibentuk – terbentuk oleh pandangan keagamaan Muhammadiyah tersebut, imbuhnya, secara sosiologis sebetulnya manifestasi dari kelas menengah yang mandiri, moderat, dan inklusif. Muhammadiyah berhasil membangun proses moderasi beragama, berbudaya, berekonomi dan politik.
Babak kedua, memasuki millennium pertama Muhammadiyah bergerak melakukan nasionalisme religius. Antara babak pertama dan kedua memiliki keterkaitan, di mana pada pertama sebagai pondasi dan babak kedua mulai memetik hasil dari tatanan yang dibangun tadi.
Lanjutan dari babak pertama, di babak kedua ini di mana sekolah-sekolah Islam modern yang didirikan Muhammadiyah melahirkan tokoh-tokoh yang nasionalis religius. Tokoh-tokoh nasional ini kemudian turut serta menjadi bagian yang merumuskan Pancasila. Menurut Prof. Ruhaini, peran ini yang menyelamatkan Indonesia dari pertentangan antara agama dan sekularisme yang destruktif.
“Ini menjadi kontribusi yang menjadikan fondasi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sampai saat ini dapat melaksanakan satu tata kelola yang stabil dan aman,” sambungnya.
Babak selanjutnya, atau yang ketiga ditandai dengan gerakan Muhammadiyah melintas zaman. Prof. Ruhaini menjelaskan bahwa babak ini merupakan kelanjutan dan komitmen otentik Muhammadiyah terhadap nasionalisme religius yang berkontribusi untuk terwujudnya Indonesia yang demokratis.
Babak ketiga ini adalah Muhammadiyah millennium kedua, internasionalisasi religious. Ulasan singkat babak ketiga ini, dapat disimak pada artikel sebelumnya yang berjudul “Muhammadiyah Milenium Kedua; Internasionalisasi Religius”.
Hits: 17