Oleh: Ilham Ibrahim
Musyawarah Nasional Tarjih ke-31 telah sukses dilaksanakan. Beragam materi yang dibahas di Munas tidak hanya membahas persoalan internal keagamaan Muhammadiyah atau bahkan umat Islam, namun juga membahas berbagai persoalan terkait kemanusiaan secara umum. Setidaknya ada tiga kategori tema-tema Munas, yaitu: kemanusiaan, keislaman, dan kemuhammadiyahan.
Beberapa rumusan penting yang disepakati oleh Munas dalam persoalan kemanusiaan secara umum antara lain persoalan Terminasi Hidup (Eutanasia), Perawatan Palliatif dan Penyantutan Kaum Senior, Fikih Difabel, dan Fikih Agraria. Sedangkan keputusan Munas yang menyangkut persoalan umat Islam yakni Fikih Zakat Kontemporer, Kriteria Waktu Subuh, dan Risalah Akhlak Islam Filosofis. Selain itu, Munas Tarjih ke-31 juga berhasil merumuskan pengembangan terhadap beberapa masalah yang selama ini telah termuat di dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT).
Berikut rangkuman keputusan-keputusan Sidang Munas Tarjih ke-31:
1. Terminasi Hidup, Perawatan Paliatif dan Penyantunan Kaum Senior
Munas memutuskan bahwa perbuatan terminasi hidup hukumnya haram. Terminasi hidup yang dimaksud adalah perbuatan mengakhiri atau menyebabkan berakhirnya hidup pasien yang dilakukan oleh dokter atau oleh pasien dibantu dokter dengan sengaja dan dikehendaki akibatnya atas dasar belas kasih guna membebaskannya dari penderitaan. Hal ini didasarkan bahwa ajaran Islam memegang teguh prinsip the sanctity of life, penghormatan pada kehidupan, dan bukan pada kematian.
Keputusan Munas membatasi jika seandainya dokter sudah bisa memastikan bahwa pasien tersebut tak dapat disembuhkan lagi, sehingga pengobatan apapun tidak akan efektif, maka dokter bisa menghentikan aktivitas medis bagi pasien tersebut. Dengan pertimbangan jika tetap diterapkan, dapat membebani keluarganya secara finansial sehingga beresiko meninggalkan keluarga tanpa jaminan finansial (sebab habis untuk berobat). Penggunaan obat penahan sakit yang berefek memperpendek umur juga tidak termasuk kategori “terminasi hidup” yang dimaksud dalam keputusan ini.
Munas merekomendasikan perawatan palliatif sebagai tindakan yang lebih manusiawi dan sesuai dengan semangat ajaran Islam. Perawatan paliliatif adalah perawatan yang kompherensif meliputi dukungan moril, psiko-sosiologis, spiritual dan finansial kepada pasien, khususnya dengan penyakit berat dan terminal, serta kepada keluarga yang menghadapi musibah tersebut. Perawatan ini juga meliputi kaum senior (senior citizen) agar mereka tetap bisa menjalani hidup dengan penuh martabat.
Untuk itu perlu mempromosikan masyarakat perawat dan penyantun yang mewajibkan upaya penyembuhan yang maksimal, perawatan yang komprehensif, dan penyantunan yang manusiawi terhadap kaum senior. Hal tersebut sebagai bagian dari perwujudan tanggung jawab etis yang inheren dalam jati diri manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai penanda masyarakat Islam yang sebanar-benarnya. “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak mengasihi anak-anak dan tidak memuliakan orang senior,” kata Syamsul dalam penutupan Munas Tarjih ke-31 secara daring pada Ahad (22/12).
2. Fikih Difabel
Dengan framework Fikih Al-Maun, Muhammadiyah menegaskan pandangan Islam tidak diskrimintif terhadap difabel, sebab Allah tidak menilai manusia berdasarkan pada struktur anatomi. Karenanya, penyandang difabel juga memiliki potensi untuk berkontribusi secara nyata dalam kemajuan di segala bidang. Hal tersebut diwujudkan dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak difabel dalam berbagai dimensi. Dalam hal ibadah, pengadaan fasilitas peribadatan harus memerhatikan kebutuhan difabel. Sedangkan dalam tatacara praktis ibadah, Majelis Tarjih menekankan prinsip menghilangkan kemudaratan, memudahkan, dan menggembirakan.
Selain ibadah, Fikih Difabel juga disusun untuk memenuhi dan melindungi hak-hak difabel yang berkaitan dengan persoalan hukum dan muamalah, hak tumbuh kembang, dan hak sipil yang meliputi aksesibilitas semua fasilitas yang menjadi kebutuhan difabel seperti layanan hukum, lapangan kerja, berpatisipasi dalam politik, pendidikan, keagamaan, dan lain-lain. “Putusan menyangkut fikih difabel diharapkan dapat menjadi landasan dan penghormatan kepada kaum difabel sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki hak untuk berkontribusi banyak pada kemanusiaan,” terang Syamsul.
3. Fikih Agraria
Dalam Fikih Agraria, Majelis Tarjih menegaskan bahwa hak kepemilikan hakiki hanyalah Allah, sedangkan manusia punya hak milik relatif. Fikih Agraria dimulai dengan memaparkan wawasan keagrariaan dalam khazanah klasik yang digali para ulama dari al-Quran dan Hadis. Fikih Agraria mengurai kompleksitas persoalan agraria saat ini seperti penderitaan dirasakan oleh petani kecil dan masyarakat adat yang hak-hak dan kearifan lokal mereka dalam pengelolaan tanah sering dikesampingkan.
Karenanya, ada tiga ranah penting pengamalan Fikih Agraria. Pertama adalah edukasi, baik kepada rakyat, pengusaha, maupun negara. Termasuk hal ini adalah edukasi kepada umat bahwa persoalan agraria adalah bagian penting dari ‘isu umat Islam’ layaknya kerusakan moral. Selain itu adapula advokasi dan regulasi, yakni upaya pendampingan kepada para korban termasuk upaya-upaya hukum dengan melakukan judicial review pada pasal-pasal bersamalah semisal Pasal 67 UU 41/1999 tentang Kehutanan. Fikih Agraria juga memberikan rekomendasi amal bagi negara, penguasan, hingga keluarga dan individu. Rekomendasi-rekomendasi itu jika dilakukan akan sangat membantu pengentasan problem agraria di tanah air.
“Fikih agraria ingin mengingatkan bahwa pengelolaan pertanahan yang berkeadilan dan mengayomi kepentingan seluruh masyarakat sangat penting di mana pengelolaan yang tidak berorientasi kepada kemaslahatan semua lapisan masyarakat dapat memicu berbagai konflik yang banyak kita saksikan,” tutur Syamsul.
4. Fikih Zakat Kontemporer
Zakat merupakan sumber pendanaan sosial yang harus dikelola secara efisien, tepat guna dan tepat sasaran dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat kita yang tingkat kesejahteraannya masih jauh di bawah masyarakat negara tetangga. Fikih Zakat Kontemporer disusun sebagai tuntunan yang mengarahkan umat Islam memaksimalkan potensi zakat untuk kesejahteraan sosial. Dalam fikih ini diputuskan bahwa pada prinsipnya harta yang dizakati adalah harta simpanan dan penghasilan.
Selanjutnya, selain adanya zakat profesi, dituntunkan pula bahwa badan usaha komersial (perusahaan) adalah subjek hukum syariah. Oleh karenanya ia dikenakan zakat perusahaan. Selain itu diputuskan pula satu perubahan mendasar terkait zakat fitri, yakni pada aspek distribusinya; dengan pertimbangan tertentu, zakat fitri dapat didistribusikan oleh badan amil sepanjang tahun. Peruntukannya pun diperluas sehingga mencakup kegunaan untuk modal bergulir, beasiswa, hingga untuk penguatan kelompok-kelompok rentan pendangkalan akidah (muallafah qulubuhum). Pada intinya, dalam putusan Munas ini telah dilakukan reinterpretasi beberapa aspek ketentuan zakat seperti perluasan sumber zakat dan perluasan makna asnaf agar dapat menampung tuntutan sosial yang terus berubah.
5. Kriteria Waktu Subuh
Berdasarkan al-Quran dan al-Hadis menunjukkan bahwa waktu subuh ditentukan oleh fenomena alam. Pandangan-pandangan para ulama-astronom pun diperlihatkan untuk menambah referensi terkait ketentuan waktu subuh ini. Waktu Subuh sebetulnya sudah dibahas sejak Munas Tarjih Muhammadiyah 2010 silam. Belakangan, bahasan ini cukup hangat diperbincangkan lantaran adanya perbedaan pendapat tentang ketinggian matahari waktu subuh. Pembahasan terkait masalah ini juga merupakan lanjutan dari temuan Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA, Pusat Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (Pastron UAD), dan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU).
Berdasarkan temuan ketiga lembaga penelitian astronomi dan ilmu falak Muhammadiyah ini menyimpulkan bahwa ketentuan Kementerian Agama tentang ketinggian matahari pada waktu subuh di angka -20 derajat perlu dikoreksi dan Majelis Tarjih menilai -18 derajat merupakan angka yang lebih akurat. Pergerakan satu derajat membutuhkan waktu 4 menit. Jika menggunakan patokan -20 derajat waktu subuh jatuh pada pukul 3:52 WIB, maka ditambah 8 menit jadi pukul 4:00 WIB. Rencananya keputusan tersebut juga akan diusulkan ke pemerintah untuk turut mengoreksi patokan waktu dimulainya shalat Subuh di Indonesia.
6. Risalah Akhlak Islam Filosofis
Pembinaan akhlak dipandang sebagai sangat penting tidak saja sebagai karakter personal, tetapi sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara untuk membawa bangsa kita benar-benar menjadi bangsa berkeadaban. Putusan tentang akhlak dimaksudkan memberikan penekanan tentang spiritualitas yang berbasis etika terlibat, meskipun tidak menafikan etika niat. Risalah ini meninjau konsep akhlak secara filosofis yang ditautkan dengan dasar tekstual-normatif dalam al-Quran dan Hadis. Hal ini dirasa sangat penting karena pengetahuan tentang perbuatan baik dan pengejawantahan perbuatan baik di dalam kehidupan membutuhkan orientasi yang jelas.
Dengan orientasi yang jelas itu muncul kesadaran yang akan melahirkan pebuatan baik (ihsan) pada berbagai level kehidupan manusia. Dimulai dari peran sebagai individu, hamba Allah, anggota keluarga, anggota kelompok/komunitas, anggota masyarakat, warga negara, dan warga dunia. Konsep tentang perbuatan baik tersebut merujuk kepada semangat beramal dan mengabdi sehingga risalah ini mengikuti tradisi tasawuf akhlaqi.
7. Pengembangan Himpunan Putusan Tarjih (HPT)
Munas Tarjih kali ini juga meninjau ulang beberapa tuntunan yang tertera di dalam HPT. Peninjauan ulang ini berupa menambah dan melengkapi uraian atau dalil dalam tuntunan terkait puasa tiga hari pada tanggal 14, 15, 16 setiap bulan qamariyah (Ayyamul Bidh) sebagai salah satu bagian dari puasa tatawwuk; 2) sujud sahwi; 3) salat sunah sesudah wudu; 4) salat Istisqa’; 5) salat jenazah secara ghaib; serta 6) salat jamak antara salat Jumat dan salat Asar. Dengan peninjauan ulang ini diharapkan warga Muhammadiyah akan semakin mantap dalam mempedomani HPT.
Kapan Keputusan Munas ini Diberlakukan?
Demikianlah beberapa gambaran umum tentang hasil Munas Tarjih ke-31. Uraian lebih lengkap terkait dalil, dasar argumentasi, dan detail tuntunan bisa dibaca pada lampiran hasil munas serta buku-buku tuntuna yang akan diterbitkan nanti.
Berikutnya, keputusan dan rekomendasi Munas akan ditanfizkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Setelah disetujui PP Muhammadiyah, tuntunan-tuntunan tersebut akan disosialisasikan melalui berbagai media agar bisa diamalkan dan memberikan dampak nyata tidak hanya bagi warga Muhammadiyah dan umat Islam, melainkan seluruh alam, rahmatan lil ‘alamin.
Hits: 545