MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) atau kini lebih akrab disebut PKU, kekinian dianggap sebagai Amal Usaha Muhammadiyah bidang kesehatan semata. Padahal di masa awal, Muhammadiyah menyebut rumah sakit sebagai Ziekenhuis (bahasa Belanda).
Hilman Latief, Ketua PP LazisMu menerangkan bahwa, PKO itu bukan rumah sakit atau klinik. Melainkan sebuah konsep gerakan, ia beralasan karena di dalam PKO ada semacam gugus tugas untuk membantu orang lemah seperti dengan mendirikan Armhuis (rumah miskin), Weeshuis (rumah yatim), dan Ziekenhuis (rumah sakit), termasuk juga gerakan pengumpulan zakat.
Menurutnya, jika didudukkan dengan gerakan yang dilakukan oleh Kristen Katolik, gerakan PKO milik Muhammadiyah memiliki kesamaan. Dia menguraikan, di mana pada masa awal sebelum berganti menjadi RS. Bethesda namanya adalah Petronella Zienkenhuis, masyarakat Yogyakarta mengenal dokternya-dokternya sebagai dokter Toeloeng (tolong). Kemudian gerakkannya dikenal sebagai gerakan Pitulungan.
“Saya membaca suatu hal yang luar biasa dari Kiyai Ahmad Dahlan, afeksinya (kasih sayang) begitu kuat. Dan memang Al Qur’an turun orang-orang yang berpikir kuat. Orang-orang seperti Dahlan yang mampu menerjemahkan secara dalam,” ungkapnya pada (21/3)
Meski secara resmi berdiri pada tahun 1923, PKO menurut Hilman telah ada sejak tahun-tahun sebelumnya. Karena manajemen zakat yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan telah berjalan sebelum tahun 1923. Dirinya menandai bahwa, pembaharuan yang dilakukan oleh Kiyai Dahlan selain membenarkan arah kiblat, juga tentang manajemen zakat.
“Jadi PKO tidak identik dengan rumah sakit. PKO itu adalah sebuah gerakan filantropi,” tuturnya
Hilman mengungkapkan, bahkan amil zakat pertama yang ada di Persyarikatan Muhammadiyah yang terorganisir adalah PKO. PKO sebagai embrio filantropi persyarikatan kemudian berkembang di Muhammadiyah menjadi majelis dan lembaga, seperti LazisMu, MPM, MPKU, MPS dan lainnya.
Merujuk kepada beberapa literature, Hilman mencatat gerakan yang diorganisir oleh PKO meliputi pelayanan kesehatan, menolong keluarga dan anak kurang mampu, mengumpulkan zakat, mengumpulkan anak yatim, dan lain sebagainya.
“PKO itu sebuah platform, bukan rumah sakit, bukan klinik. Tapi sebuah platform gerakan dalam rangka menerjemahkan konsep Al Ma’un,” tandasnya.
Muhammadiyah meskipun di masa awal diisi oleh kalangan masyarakat kelas menengah keatas, namun memiliki kesadaran untuk mengerakkan sesuatu yang terkait dengan sosial untuk kelompok-kelompok kecil.
Hilam menegaskan, bahwa gerakan filantropi Muhammadiyah yang mewujud dalam rumah sakit, rumah yatim, dan rumah miskin, merupakan interpretasi cerdas dalam menerjemahkan konsep miskin, yang ternyata pada masa kini interpretasi serupa baru dikeluarkan oleh lembaga kemanusiaan dunia.