MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Surakarta telah menjadi tuan rumah Muktamar sebanyak tiga kali, yaitu pada 1929 (Muktamar ke-18), 1985 (Muktamar ke-41), dan 2022 nanti (Muktamar ke-48).
Pada Muktamar ke-41 tahun 1985, Pusat Data dan Analisa TEMPO mencatat gegap gempita perhelatan forum musyawarah tertinggi di Persyarikatan pada masa itu.
TEMPO dalam Seri I – Muhammadiyah dan Perjalanan Bangsa (2019) menuliskan bahwa Muktamar ke-41 di Surakarta itu digelar selama empat hari, yaitu dari tanggal 7 sampai 11 Desember.
70 Ribu Penggembira Hadir, Dibuka oleh Presiden Soeharto di Stadion Sriwedari Solo
Anggota yang hadir berjumlah sekira 4 ribu, sementara itu penggembira yang hadir berjumlah 70 ribu orang. Penggembira, adalah istilah untuk warga dan simpatisan Persyarikatan yang hadir meramaikan Muktamar bukan sebagai anggota atau perwakilan sidang.
Pembukaan Muktamar digelar pada Sabtu, 7 Desember di Stadion Sriwedari Solo yang saat itu berkapasitas 15 ribu. Presiden Soeharto bersama istrinya, Ibu Tien hadir membuka langsung Muktamar.
Selain Presiden, juga ada pidato Ketua PP Muhammadiyah, Allahuyarham Kiai AR Fachruddin, penampilan Marching Band dan atraksi beladiri Tapak Suci Putera Muhammadiyah.
Akan tetapi, panitia menetapkan hanya 12 ribu undangan saja yang bisa masuk ke dalam stadion menyaksikan langsung, alhasil di luar stadion, termasuk jalur hijau penuh sesak dengan penggembira Muktamar.
Penggembira pun tidak putus asa, mengingat bahwa Muktamar ini disiarkan televisi dalam radius 5 Kilometer, mereka pun berbondong-bondong mendatangi rumah-rumah warga dan gedung-gedung di sekitar stadion yang memiliki fasilitas televisi untuk menonton langsung pembukaan Muktamar.
Untuk pembukaan Sidang Muktamar, digelar pada Sabtu malam di Pendopo Istana Mangkunegaran.
Muktamar Modal Satu Juta Rupiah
Ketua panitia Muktamar, Kata Dasron Hamid memperkirakan Muktamar ini menghabiskan dana sekira 300 juta rupiah. Panitia sendiri berangkat dari modal organisasi 1 juta rupiah, selebihnya iuran para peserta dari kisaran 15 ribu sampai 25 ribu rupiah sehingga modal awal menjadi 110 juta rupiah.
Kata Dasron, panitia juga terbantu oleh kiriman beras dan lauk pauk yang tidak henti-hentinya datang untuk diberikan pada 70 ribu penggembira.
Panitia yang ditempatkan di Balai Muhammadiyah, 150 m dari jalan Slamet Riyadi pun 24 jam tidak berhenti melayani para penggembira yang datang untuk mengambil kartu makan, bertanya penginapan, atau sekadar melihat suasana.
Jasa Travel Memberi Diskon, Eh, Malah Untung
Panitia menyebut Muhammadiyah menyediakan 60 bis mini Isuzu, 15 bis, dan 20 sedan untuk akomodasi peserta Muktamar. Dari perusahaan persewaan kendaraan tersebut menggratiskan biaya sewa. Muhammadiyah hanya dibebankan untuk membayar jasa sopir dan uang bensin saja.
Perusahaan jasa travel lainnya juga berlomba-lomba memberikan potongan harga sampai 25 persen. Jika harga biasa 20 ribu, pemilik jasa menetapkan uang sewa seharga 15 ribu rupiah. Namun anehnya, para pemilik jasa malah mengaku dibayar lebih oleh warga Muhammadiyah. Tempo mencatat ada seorang sopir Isuzu yang heran karena sehari malah mendapat bayaran 25 ribu rupiah per hari selama Muktamar.
Dihadiri 24 Negara dan Ilmuwan Seperti Dr. Maurice Bucaille
Terkait penginapan, panitia pada masa itu menyediakan 21 kantor ranting, rumah para anggota, sekolah-sekolah Muhammadiyah dan kampus Muhammadiyah sebagai tempat menampung 70 ribu penggembira. Tiap ruangan kelas, maksimal diisi oleh 10 orang.
Panitia juga menyediakan 3 hotel yang dekat dengan lokasi Sidang untuk para tamu. Mereka adalah pejabat pemerintah, 24 diplomat dari timur tengah, Jepang, dan Jerman Barat. Di Hotel Sahid, Jalan Gajahmada, 12 tamu luar negeri menginap. Salah satunya adalah ilmuwan terkenal Prancis, Dr. Maurice Bucaille.
Penulis: Afandi
Editor: Fauzan AS