MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA – Sejak Sidang Tanwir dan Sidang Pleno I pada Jumat (18/11) sampai Sidang Pleno VIII, Ahad (20/11), Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah menampilkan keteladanan. Para peserta dan anggota bersidang dengan tenang, beradab, dan santai meski tetap serius. Sama sekali tidak ada perdebatan berarti apalagi pertikaian dan lempar kursi.
Hal seperti ini menurut para wartawan yang meliput menimbulkan semacam dilema. Satu sisi mereka tidak dapat membuat berita bombastis yang lazimnya terjadi di banyak kontestasi pemilihan, tapi di sisi lain mereka mendapatkan kesan berharga dari keteladanan yang ditampilkan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah, yang sejatinya jarang terjadi di Indonesia.
“Bagi wartawan itu susah utk mencari celah bgmn ada berita-berita yang agak bombastis, misalnya adanya rebutan jabatan, itu agak susah untuk mendaapatkan dan memang tidak ada. Jadi apa yang kita beritakan hal-hal yang lebih value seperti seruan, nilai-nilai moral, kemajuan dan lain sebagainya,” tutur wartawan harian Jawa Pos, Khafidlul Ulum.
Tradisi Mengesankan Muhammadiyah, Tabu Berebut Jabatan
Dalam wawancara TvMu, Ahad (20/11), Khafidul Ulum menyebut keteladanan dalam persidangan itu muncul karena tradisi Muhammadiyah yang tabu untuk saling berebut jabatan.
“Tradisi di Muhammadiyah sangat mengagumkan, yang perlu dicontoh bangsa ini adalah bagaimana pejabat atau elit Muhammadiyah itu selalu menggaungkan jabatan itu bukan untuk dicari, tidak ada tempat di Muhammadiyah untuk mencari jabatan. Tetapi kalau diberi amanah, harus dilaksanakan. Ini bagi kami wartawan yang meliput, ini adalah sebuah values, sebuah pesan yang harus diteladani untuk semua orang,” kata Khafidlul.
“Sekarang kita lihat ada politik uang dan lain-lain yang itu adalah tradisi yang terbalik dengan di Muhammadiyah, bagaimana tidak ada orang yang mengejar jabatan. Itu yang sekarang krisis dan Muhammadiyah bisa memberi contoh dalam tradisi yang sangat luar biasa itu,” imbuhnya.
Keteladanan Persidangan Ini Wajib Dicontoh oleh Ortom dan Angkatan Muda
Terakhir, Khafidlul berharap teladan yang ditampilkan Muhammadiyah dapat dicontoh oleh para Angkatan Muda Muhammadiyah dan organisasi otonom (ortom).
“Muktamar ini harus menjadi contoh bagi teman-teman di ortom, anak-anak muda melakukan pemilihan jangan sampai mereka mencontoh (tradisi) organisasi, pihak lain dalam pemilihan. Harus mencontoh para ayahandanya, jangan ada politik uang, jangan ada lobi-lobi yang sangat merusak moral kita, jaga martabat ini dan kita gaungkan semuanya bagaimana semangat Muktamar ini menjadi contoh untuk semesta dan dunia,” tegas Khafidlul Ulum.
Senada dengan Khafidulu, wartawan harian Kompas, Anita menilai teladan Muhammadiyah wajib diikuti oleh para organisasi otonom. “Banyak nilai-nilai dalam Muktamar ini, dalam pemilihan yang bisa dicontoh ortom-ortom terutama untuk pemuda, pelajar, yang biasanya mahasiswa. Karena biasanya terjadi ketegangan pemilihan ketua umumnya. Dengan mencontoh bapak-bapak di Muhammadiyah bisa sejuk Muktamar. Prinsip tidak mencari jabatan juga perlu diterapkan di ortom-ortom terutama angkatan muda,” tutupnya. (afn)