MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan pidato iftitah dalam Sidang Pleno II Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 di Auditorium Djazman Al-Kindi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu sore (19/11).
Pada kesempatan tersebut Haedar Nashir mengawali dengan syukur sekaligus belasungkawa atas wafatnya tiga pengurus PP Muhammadiyah periode 2015-2020, yakni almarhum Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Prof. Dr. H. Suyatno, dan Prof. H. Bahtiar Effendi. Haedar juga berbelasungkawa atas para tokoh di tingkat wilayah hingga ranting yang wafat karena Covid-19 selama rentang 2020-2022.
Masih dalam suasana pandemi, Haedar mengingatkan para peserta Muktamar untuk tetap bersikap seksama, penuh tawakal, dan tetap berikhtiar sebagaimana firman Allah dalam Surat Muhammad ayat 31.
Dalam menghadapi musibah, wawasan Muhammadiyah sendiri kata Haedar bersifat holistik mencerminkan pandangan Islam berkemajuan yang mencerahkan, yakni mengembangkan ijtihad dipandu Alquran dan Sunnah beserta Maqashid as-Syari’ah secara bayani, burhani, dan ‘irfani.
Hal ini terbukti dengan bagaimana Muhammadiyah tidak mandek selama pandemi, justru di samping tetap melakukan giat dakwah sembari mengatasi pandemi, amal usaha Muhammadiyah terus bertumbuhan di berbagai daerah tanah air, pelosok, hingga di luar negeri seperti Malaysia dan Australia.
“Alhamdulillah di tengah beban berat Covid-19 seluruh komponen Muhammadiyah bergerak aktif selain mengatasi wabah juga menjalankan usaha-usaha pergerakan tanpa kenal lelah,” puji Haedar kepada MCCC beserta seluruh ortom yang proaktif dan kolaboratif.
Apa yang nampak tersebut, menurut Haedar adalah etos berkemajuan dan DNA otentik Muhammadiyah yang tetap tumbuh dan terawat di tiap warga Persyarikatan karena dijiwai nilai Islam. Meski maju (progresif) Muhammadiyah berbeda dengan tradisi Barat yang sekuler-liberal.
“Itulah semangat, spirit, jiwa, alam pikiran, dan tindakan yang mengusung kemajuan untuk menciptakan kondisi Muhammadiyah semakin lebih baik, berkualitas, dan berkeunggulan. Dengan etos kemajuan yang menjadi DNA Muhammadiyah, organisasi ini memiliki kekuatan yang khas dan menjadikan dirinya memiliki “distinctive” atau pembeda dengan organisasi lain,” jelasnya.
Karakter dinamis dan progresif untuk mewujudkan Islam sebagai agama peradaban (Din Al-Hadlarah) kata dia pokok pikirannya telah dirumuskan dalam Muktamar ke-47 di Yogyakarta tahun 2010. Pokok pikiran ini kemudian disempurnakan dalam “Risalah Islam Berkemajuan” yang akan diluncurkan pada Muktamar ke-48 di Surakarta pekan ini.
Haedar berharap, seluruh warga Persyarikatan terus merawat dan melipatgandakan kualitas sifat, karakter, dan etos di atas agar Muhammadiyah menjadi representasi tentang umat terbaik (khairu ummah) di dunia nyata.
“Semua aktor (anggota, kader, pimpinan) dan institusi (persyarikatan dengan seluruh bagiannya) harus terlibat aktif dan dinamis memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan global sebagaimana tercermin dalam tema Muktamar ke-48 “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”, yang menggambarkan derap berkemajuan Muhammadiyah di era persaingan kehidupan yang kompleks saat ini. Semua pihak berkontribusi dalam wujud apapun, sehingga tidak ada yang berpangku tangan dalam derap kemajuan itu, apalagi sampai “ketinggalan kereta” dari jalan kemajuan Muhammadiyah,” tegasnya.