MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam acara launching buku ‘Filsuf Membumi dan Mencerahkan’ pada Jumat (28/07), Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengaku telah lama mengenal Muhammad Amin Abdullah. Komunikasi semakin intens tatkala keduanya masuk dalam jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada periode 2000-2005 saat Persyarikatan dipimpin Ahmad Syafii Maarif.
Haedar memberikan sanjungan tinggi terhadap produktivitas Amin Abdullah yang terus berlanjut hingga usianya mencapai 70 tahun. Beliau sangat terkesima dengan kemampuan Amin Abdullah dalam menghasilkan gagasan dan karya-karya yang sangat bermakna. Salah satu gagasan yang paling dikenal adalah konsep pembedaan antara normativitas dan historisitas, serta integrasi-interkoneksi, yang telah memberikan sumbangan berharga bagi perkembangan pemikiran Islam.
Selain itu, Haedar juga menyoroti penggunaan kata ‘Filsuf’ dalam buku ini. Menurutnya, predikat ini sangat tepat untuk menggambarkan kualitas akademis Amin Abdullah sebagai seorang pemikir besar. Pengakuan tersebut bukan semata-mata untuk mengangkat Amin Abdullah sebagai tokoh yang dijadikan acuan, melainkan sebagai bentuk apresiasi publik atas dedikasi dan kontribusi Amin Abdullah dalam dunia pemikiran, terutama di lingkungan Muhammadiyah.
“Tentu ini tidak bermaksud pengkultusan, saya yakin bahwa mas Amin sendiri suka dengan itu. Tetapi untuk menunjukkan sebuah proses dan maqam berpikir yang tidak berkesudahan dan tiada akhir,” ucap Haedar.
Lebih lanjut, Haedar memuji Amin Abdullah sebagai seorang pemikir sejati karena telah memperkenalkan dan memperluas konsep ‘Pengembangan Pemikiran Islam’ melalui institusi Tarjih. Salah satu kontribusinya yang luar biasa adalah memperkenalkan trilogi pendekatan bayani, burhani, dan irfani. Meskipun pendekatan irfani awalnya menuai kontroversi dan penolakan, namun melalui penjelasan yang berkelanjutan, akhirnya diterima oleh masyarakat karena dianggap bersinonim dengan karakter ihsan, yaitu sifat-sifat seperti bersahaja, amanah, jujur, dan menebar amal salih.
Haedar juga mengenang perdebatan yang terjadi pada tahun 2003 di Padang mengenai penerimaan pendekatan irfani dalam Manhaj Tarjih. Saat itu, beberapa anggota Muhammadiyah merasa cemas dengan potensi pengaruh tasawuf yang dapat mengarah pada tarekat. Namun, dengan penjelasan dan pengertian yang luas, pendekatan irfani akhirnya diterima dan diakui sebagai bagian penting dari pemikiran Islam dalam lingkungan Muhammadiyah.
“Ini tidak gampang, tahun 2003 di Padang terjadi perdebatan bisa diterima atau tidak irfani sebagai sebuah pendekatan dalam Manhaj Tarjih. Saat itu ada kecemasan dari warga Muhammadiyah terhadap tasawuf yang mengarah pada tarekat,” ucap Haedar.
Kontribusi luar biasa yang dibuat oleh Amin Abdullah dalam memperkenalkan trilogi pendekatan bayani, burhani, dan irfani telah menginspirasi banyak orang, dan dianggap sebagai kemajuan positif dalam dunia pemikiran Islam. Muhammadiyah bangga mengkategorikan Amin Abdullah sebagai seorang filsuf dan memberikan penghargaan tertinggi atas dedikasinya yang teguh terhadap kemajuan pemikiran Islam.
Hits: 205