Pada bagian tiga akan dijelaskan istilah tadmir, tamziq, iqab, dan nazilah sebagai istilah untuk menggambarkan bencana dalam Al Qur’an. Berbeda dalam bagian sebelumnya kata-kata ini memiliki sifat peristiwa yang menghancurkan. Istilah ini di dalam Al Qur’an dipakai untuk memberikan pelajaran bagi manusia dari kisah-kisah umat erdahulu yang dibinasakan Allah karena kekafiran dan kezalimannya.
7.Tadmir
Tadmir dalam Al Qur’an berasal dari akar kata dam-ma-ra yang berarti menghancurkan, sehingga tadmir berarti kehancuran. Tadmir memiliki sifat “hancur sehancur-hancurnya”. sifat tadmir ini berasal dari perbuatan manusia maupun kejadian alam.
Kata ini terkadang dikaitkan dengan halak (dalam QS Al-Isra(17) ayat 16) sebagai berikut :
وَإِذَا أرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَريَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا القَولُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيْراً
Artinya : dan jika kami hendak membinasakan suatu negeru, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. QS Al-Isra(17) ayat 16.
Atau dengan azab (QS Al-Ahqaf (46) ayat 24-25), sebagai berikut :
فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضاً مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِم قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوِ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيْحٌ فِيْهَا عَذَابٌ أَلِيْمٌ (24) تُدَمِّرُ كُلَّ شيئٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إلاَّ مَسَاكِنُهُم كَذَلِكَ نَجْزِى الْقَومَ المُجْرِمِينَ (25)
Artinya : maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka : inilah awan yang menurunkan hujan kepada kami. (bukan!) bahkan itu adalah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih. Yang menghancurkan segala sesuatu denganperintah tuhanya. Maka jadilah mereka tidak ada yang terlihat lagi kecuali bekas-bekas tempat tinggal mereka. Demikianlah kami memberi balasan bagi kaum yang berdosa. (QS Al-Ahqaf(46) ayat 24-25).
8.Tamziq
Tamziq berasal dari akar kata maz-za-qa yang berati kehancuran. Kata ini searti dengan tadmir, sebuah sifat peristiwa yang menghancurkan atau membinasakan dari perbuatan manusia itu sendiri. Allah berfirman :
فَقَالُوا رَبَّنَا بَاعِدْ بَيْنَ أَسْفَارِنَا وَظَلَموُا أَنْفُسَهُم فَجَعَلنَاهُم أَحَادِيثَ وَمزَّقْنَاهُم كُلَّ مُمَزَّقٍ إِنّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبِّارٍ شَكُورٍ
Artinya : “Maka mereka berkata : wahai tuhan kami jauhkan lah jarak perjalanan kami dan mereka menganiyaya diri mereka sendiri, maka kami jadikan mereka buah mulut dan kami jadikan mereka sehancur-hancurnya, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur”. (QS Saba’(34) ayat 19).
9.Iqab
Iqab berasal dari kata ‘aqaba yang berati menghukum atau membalas. Beberapa dikaitkan dengan azab karena membalas dosa manusia, yang lainya juga ada yang membalas kelalaian manusia dari membaca tanda-tanda Allah di alam raya. sesuai firman Allah :
وَإِنْ عَاقَبْتُم فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مِا عُوقِبْتُم بِهِ وَلَئنْ صَبَرْتُم لَهُوَ خَيْراٌ لِلصَّابِرِينَ
Artinya: “dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itu lebih baik bagi orang-orang yang bersabar.” (QS An-Nahl(16) ayat 126).
10.Nazilah
Nazilah berasal dari kata nazala yang berati turun. Pada istilah ini Allah menggambarkan bencana sebagai hal yang turun untuk membalas orang yang mengingkari firman Allah. Memiliki arti yang hampir sama dengan azab. Sebagaimana pada firman Allah :
كَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى المُقْتَسِمِين (90) الَّذينَ جَعَلُوا القُرآنَ عِضِينَ
Artinya: “Sebagaimana (kami telah memberikan peringatan), kami telah menurunkan azabkepada orang yang membagi-bagi kitab Allahyaitu yang menjadikan Al Qur’an itu terbagi-bagi.” (QS Al-Hijr(15):90-91)
Allah membeda-bedakan cara untuk menggambarkan suatu peristiwa bencana dengan maksud agar manusia paham apa dan mengapa bencana dapat terjadi. Bencana terjadi ada yang karena ulah manusia merusak keseimbangan alam dan sosial ada pula yang terjadi karena dosa manusia serta ada pula yang karena manusia lalai melihat tanda-tanda alam seperti siklus gunung berapi, siklus gempa, dst.
Pembedaan istilah dalam Al Qur’an ini memberikan pemahaman yang luas akan bencana sehingga manusia dapat lebih arif dalam menyikapinya dengan senantiasa bersyukur dan bersabar serta tidak mudah menghakimi suatu kejadian dengan hukuman atau cobaan. Perbedaan ini juga mengingatkan manusia untuk tidak lalai menghadapi siklus alam dan tidak merusak keseimbanganya melalui persiapan dan perhitungan resiko yang ada.
Memperhatikan istilah-istilah yang telah disebutkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri. Namun, disisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa kesemuanya itu sudah menjadi ketentuan dan hukum Allah, yang telah tertulis dalam lauhul mahfudz.
Dalam tataran makna, bencana yang terjadi dan mendatangkan gangguan serius bagi kehidupan manusia, dalam bahasa Al Quran dan Hadits disebut dengan musibah, bala, atau fitnah, yakni sebagai cobaan atau ujian bagi manusia. Terkadang ujian dan cobaan tersebut mengakibatkan kerugian, kerusakan dan kehancuran (tadmir dan tamziq) atau lumpuhnya fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat (halak dan fasad); dengan pengertian bahwa bencana tersebut tidak hanya menimpa orang yang bersalah atau yang telah melakukan kerusakan di muka bumi, melainkan juga orang yang tidak berbuat salah.
Di sisi lain dapat dikatakan bahwa jika manusia yang berdosa ditimpa mudharat (kerugian) akibat bencana tersebut, maka hal itu merupakan akibat dosanya yang merupakan ‘iqab (hukuman), nazilah atau bahkan adzab atas perbuatannya.
Sedangkan bagi orang yang tidak berdosa dan mereka masih hidup adalah bala’, yakni ujian untuk melihat kualitas keimanan mereka. Adapun yang wafat tetapi tidak berdosa, atau kesalahannya tidak setimpal dengan dampak buruk bencana tersebut, maka hal itu merupakan tangga yang mengantar mereka untuk memperoleh kedudukan yang tinggi disisi Allah.
Hal ini sesuai fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah No. 11, edisi 1-15 Juni 2009. Pengertian ini diperluas dengan berbagai istilah yang ada dalam Al Quran dan Hadits.
Sumber : Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah Jilid 3, Bagian Keempat, Pembahasan Kedua tentang Fikih Kebencanaan. Hal.613-616, dengan penyesuaian.
Hits: 110