MUHAMMADIYAH.OR.ID, ARIZONA—Sebagai diskursus teologi dalam dunia Islam, eksistensi ilmu kalam pada menimbulkan pro kontra di kalangan ulama. Satu sisi ilmu kalam bermanfaat untuk mempertahankan keyakinan akidah Islam dari ancaman luar. Pada sisi yang lain ilmu kalam dapat membingungkan bahkan merobohkan keyakinan umat Islam. Untuk itu, Muhamad Rofiq Muzakkir menyarankan agar memposisikan ilmu kalam ini secara arif dan bijak.
Menurutnya, ilmu kalam samasekali tidak relevan bagi kalangan awam (simple minded people) karena terlalu rumit. Biarkan mereka meyakini Allah dengan cara yang paling sederhana. Tidak perlu menggiring mereka pada postulat-postulat yang mendakik-dakik.
“Saya setuju dengan Al Ghazali bahwa ilmu kalam sama sekali tidak relevan bagi kalangan awam karena hanya akan membingungkan. Bagi kaum intelektual, ada topik-topik kalam yang relevan, tetapi ada juga yang tidak relevan,” ucap Rofiq dalam acara kajian tentang Al Ghazali yang diselenggarakan kerjasama antara Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Amerika Serikat dengan Center for Integrative Science and Islamic Civilization (CISIC) Universitas Muhammadiyah (UMY) pada Sabtu (17/09).
Bagi kalangan terdidik, Rofiq mengatakan bahwa ada bahasan kalam yang relevan dan ada juga yang tidak. Metode dan materi berdebat dalam ilmu kalam untuk saat ini tidak relevan lagi. Selain hanya akan membuka luka lama, objek materi kalam Abad Pertengahan samasekali tidak menjawab tantangan-tantangan kontemporer. Diskusi panas ihwal status pelaku dosa besar di akhirat, misalnya, sama sekali tidak menjawab isu-isu yang dilontarkan kalangan New Atheism tentang eksistensi Tuhan, the problem of evil, dan lain-lain.
“Ilmu kalam bukan pedang yang digunakan untuk menusuk, beperang dengan saudara sesama muslim. Ilmu kalam akan relevan sebagai kacamata atau perspektif untuk melihat aspek-aspek tertentu dari masalah-masalah kontemporer,” ucap Rofiq.
Para mutakallim memang berdebat untuk merespon tantangan zamannya waktu itu. Mereka tak lebih dari agen sejarah yang bekerja dalam lingkup situasionalnya, sehingga tak mudah untuk keluar dari konteks yang mereka hadapi. Pandangan mereka bisa jadi cerminan situasi dan kondisi di masa lalu, yang tantangannya sama sekali berbeda secara diametral dengan suasana umat Islam masa kini. Sehingga Rofiq mengajak agar menempatkan metode dan materi berdebat dalam kalam ini secara proporsional.
Menurut Rofiq, relevansi ilmu kalam untuk saat ini dapat digunakan sebagai sebagai inspirasi sepanjang ia terkait dengan masalah kontekstual hari ini. Ilmu kalam juga dapat berperan sebagai lensa untuk pengembangan sains, terutama terkait dengan bidang astronomi, fisika, dan biologi. Misalnya, Shoaib Ahmed Malik yang menjelaskan teori evolusi dengan pendekatan kalam Asyariyah, Sherman Jackson yang menguraikan penderitaan orang-orang kulit hitam di Amerika dengan kacamata kalam, dan lain-lain.
“Ada dimensi-dimensi tertentu dari kalam yang bisa kita manfaatkan, tetapi harus kita frame dengan benar,” terang Rofiq.
Hits: 509