MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Saat Umar bin Khattab sukses membebaskan Yerussalem, ia menerbitkan al-Uhdah al-Umariyah yang memuat jaminan kebebasan beragama bagi seluruh penduduk Aelia (sebutan lain untuk Yerussalem). Menurut Haedar Nashir, peristiwa ini dalam konteks sejarah memandakan bahwa urusan Palestina memiliki kaitannya dengan Islam.
“Tahun 644 Masehi Umar bin Khattab memperluas kawasan Islam di mana Palestina menjadi bagian dari dunia Islam, sejak saat itulah kemudian Palestina menjadi lekat dan tidak terpisahkan dari dunia Islam,” ungkap Ketua Umum PP Muhammadiyah ini dalam acara diskusi yang diselenggarakan Pascasarjana UMY pada Senin (24/05).
Selain konteks sejarah, secara teritori juga terdapat Masjid al-Aqsa yang merupakan bangunan suci umat Islam. Saking melekatnya dengan Islam, Masjid al-Aqsa disebutkan dalam QS. Al-Isra ayat 1 yang memuat peristiwa isra dan mi’raj.
“Maka tidak keliru ketika problem Palestina itu ada sentuhan, ada irisan dengan persoalan keislaman dari aspek sejarah dan keberadaan Masjid al-Aqsha. Dan lebih-lebih bagi kaum muslim masjid yang bersejarah seperti al-Aqsha ini menjadi salah satu masjid yang menjadi jiwa dan nafas kehidupan umat Islam,” ungkap Haedar.
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menegaskan bahwa sesiapa saja yang mencoba untuk mengganggu keberadaan Masjid al-Aqsha akan menjadi persoalan agama. Meski demikian, pemecahan masalah konflik ini berada dalam ruang lingkup ijtihad.
“Kalau umat Islam punya reaksi yang begitu meluas, pihak manapun jangan salah paham dan jangan gagal paham, ada kaitan dengan sejarah dan denyut nadi kehidupan keislaman di mana Masjid al-Aqsha ada di situ dan Palestina sejak Umar bin Khattab adalah bagian dari dunia Islam,” tutur Haedar.
Hits: 33