MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Kelahiran dan perkembangan Hizbul Wathan (dulu, Patvinder Muhammadiyah) setelah berdiri tahun 1918 langsung dibidani Ketua Muhammadiyah atau Presiden Muhamamadiyah Kiai Dahlan merupakan wujud dari aktualisasi Isalam untuk bela bangsa, bela negara dan perjuangan kemerdekaan bagi indonesia.
“Hizbul Wathan turut memacu semangat merdeka yang menjadi azam, cita-cita perjuangan seluruh rakyat indonesia berpuluh-puluh bahkan hingga ratusan tahun untuk bebas dari penjajahan kolonial,” sebut Haedar Nashir, saat memberi Amanat dalam Tanwir ke-II Hizbul Wathan pada, Ahad (28/2).
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah ini, pemakaian nama Hizbul Wathan bermakna pasukan tanah air,kemudian secara khsusus menjadi Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan merupakan wujud dari Islam dan umat Islam selalu berada di depan dalam membela tanah air. Dimana umat Islam itu berada membela negara setelah negara itu lahir dan mambangun bangsa dan negara setelah negara republik Indonesia merdeka.
Tokoh-tokoh seperti Sarbini, Jenderal Soedirman kemudian tokoh-tokoh nasional lainnya banyak lahiir dari Hizbul Wathan.
Kita mengenal tokoh seperti Soekarno, sang proklamator dan presiden Republik Indonesia pertama dan tokoh pergerakan menjadi bagian dari gerakan Muhamamdiyah bahkan secara resmi emnjadi anggaota Muhammadiyah. Juga Fatmawati selain dari keluarga Muhammadiyah dari keluarga Hasan Din menjadi ibu negara adalah keluarga muhammadiyah.
Ir Djuanda Kartawidjaja menjadi empat kali menteri dan 1 kali menjadi perdana menteri dan menjadi tokoh lahirnya ‘Deklarasi Djuanda’ yang menyatukan seluruh lautan dengan kepualauan Indonesia kemudian menjadi Konvensi Hukum Laut PBB pada tahun 1982, Djuanda adalah kader terbaik Muhamamdiyah.
“Tentu kita mengenal tokoh-tokoh yang sudah familiar karena bergerak secara langsung di Persyarikatan Muhamamdiyah, Kiai Mas Mansoer selain menjadi tokoh Muhammadiyah adalah tokoh empat serangkai yang mewakili Indonesia bertemu Pemerintahan Pendudukan Jepang bersama Soekarno, Moh Hatta dan Ki Hajad Dewantara,” kata Haedar.
Ki Bagus Hadikusumo sebagai penentu kompromi negosiasi menentukan dasar negara Pancasila dari Piagam Jakarta menjadi sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang disepakati bersama dan menjadi titik integrasi nasional satu hari setelah kemerdekaan.
“Sila Ketuhanan Yang Maha Esa bahkan menjadi titik temu dari seluruh agama di Indonesia untuk berbangsa dan bernegara dengan tetap masing-masing agama punya keyakinan ibadah dan praktik bersama satu sama lain yang berbeda,” sebutnya.
Pak kasman, Ketua KNIP, Jaksa Agung pertama dalam perjalananya berproses di Hizbul Wathan dan Muhammadiyah dikenal sebagai tokoh bangsa sehingga bersama bersama Kiai Dahlan, Nyai Dahlan dan 16 tokoh Muhammadiyah yang menjadi pahlawan nasional bertautan langsung menjadi bagian dari kader Muhammadiyah.
“Contoh ini merupakan satu bukti nyata bahwa spirit dan aktualisasi bela negara itu sudah menjadi DNA Muhammadiyah dan itu lahir untuk membela jiwa, membela tanah air Indonesia,” kata Haedar.
Semangat bela negara tidak hanya sekedar klaim bagi Muhammadiyah atau retorika pernyataan cinta indonesia, bela NKRI tetapi diwujudkan bagaimana Muhammadiyah termasuk didalamnya peran nyata Hizbul Wathan untuk membangun Indonesia setelah Indonesia merdeka.