MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Ukhuwah merupakan nilai yang ditekankan Islam kepada umatnya, baik melalui Alquran maupun Al Hadis. Meski menjadi nilai utama, ukhuwah nyatanya tetap menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas di kalangan internal umat Islam di seluruh dunia, termasuk bagi sesama umat dan kelompok Islam di Indonesia.
Untuk memperbaiki hal itu, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafiq A Mughni menyampaikan tiga usulan terkait definisi. Pertama, dia menilai perlunya definisi ideal atau definisi minimal terkait ukhuwah yang disepakati oleh seluruh umat, paling tidak bagi umat Indonesia sebagai lingkup terbatas.
“Perlu kesepakatan umat Islam untuk mendefinisikan ukhuwah. Apakah di sana (ukhuwah) tidak ada perbedaan, ataukah ada perbedaan tapi (disikapi) dengan semangat toleransi,” terang Syafiq dalam webinar Majalah Nuansa Persada, Rabu (24/8).
Definisi ideal atau definisi minimal ini kata dia diperlukan untuk mengurai perintah Alquran dan hadis yang terlampau ideal, sehingga nampak mustahil terwujud. “Tapi bagaimana wujud ukhuwah itu saya yakin tidak bisa tercapai dalam kondisi yang sangat ideal sebagaimana diidealkan oleh Alquran dan sunnah misalnya kita tidak saling membenci, ngrasani, memusuhi dan lain sebagainya. Saya kira kondisi umat seperti itu nanti akan ada di surga dan tidak akan terwujud di dunia. Maka, yang bisa kita lakukan adalah berusaha mendekati yang ideal itu,” jelasnya.
Kedua, Syafiq menilai perlunya umat Islam duduk bersama mendefinisikan tujuan dari ukhuwah Islamiyah itu. Yakni apa ditujukan agar Islam menang secara kuantitas (mayoritas/akbaru ummah) atau menang secara kualitas (SDM Unggul/khairu ummah).
“Kalau bisa ya dua-duanya. Tapi seringkali itu susah untuk dicapai, maka tentu harus ada prioritas. Menurut saya, fokus umat saat ini harus lebih kepada perbaikan kualitas umat sebab kita cukup terbelakang dalam ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Maka mau tidak mau ormas-ormas Islam ini harus bersama-sama memperbaiki kualitas umat,” ujarnya.
Ketiga, Syafiq menilai perlunya definisi peran dari setiap kelompok Islam di Indonesia terkait ukhuwah, baik dalam rangka ukhuwah sesama umat Islam, atau ukhuwah kebangsaan (integrasi sosial) sehingga ke depan, semua kelompok bisa saling beriringan dan saling melengkapi.
“Maka apa peran yang bisa diberikan oleh umat Islam. Apakah kita berjuang dgn kontribusi membangun moralitas bangsa ataukah kita berjaung untuk menjadikan bangsa Indonesia ini secara kuantitas tetap muslim mayoritas, atau apakah kita memberikan nilai-nilai, ruh dari ajaran Islam itu terhadap kehidupan bangsa dan bernegara,” jelasnya.
Pada poin ketiga ini, Muhammadiyah menurut Syafiq telah selesai melakukan definisi, yaitu lewat dokumen dan konsep Indonesia sebagai Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah.
“Jadi Darul Ahdi itu negara Indonesia harus dianggap sebagai negara yang dihasilkan oleh perjanjjian antar seluruh komponen bangsa dan itulah yang harus kita pegang teguh, tidak boleh kita mengingkari dan Asy syahadah sebagai kesaksian bahwa umat Islam menjadi umat yang bisa membangun bangsa yang adil, sejahtera, religius, bermoralitas tinggi. Itu adalah kesaksian bahwa umat Islam hadir di Indonesia dan memberikan warna bagi kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia,” urai Syafiq.
“Itu hanya sebagai contoh bagaimana umat Islam perlu berbicara soal definisi-definisi itu sehingga ada kesamaan pandangan,” pungkasnya. (afn)