MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyelenggarakan Seminar Nasional Fikih Kurban pada Sabtu (26/03) secara blended. Bekerjasama dengan Lembaga Zakat Infak dan Shadaqah (LazisMu) PP Muhammadiyah dan Pusat Tarjih Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan, seminar kali ini terfokus pada penelusuran makna filosofis kurban dalam Islam hingga kemungkinan-kemungkinan adanya inovasi dalam teknis pelaksanaannya, seperti manajemen kurban, kornetisasi daging kurban, pemerataan dalam pendistribusian daging, maupun inovasi lainnya.
Fokus kajian dalam seminar ini berangkat dari fakta bahwa Idul Kurban hanya sebagai rutinitas ibadah tahunan dan sekadar pesta pora daging semata. Tidak timbul kesadaran dalam batin bahwa ritual ini merupakan wujud ubudiyah kepada Allah SWT. Selain itu, banyak dampak negatif akibat ritual ibadah kurban ini. Misalnya, tidak meratanya distribusi daging, banyaknya daging yang terbuang percuma, proses penyembelihan yang tidak profesional-syar’i, dan dampak negatif lainnya.
Berangkat dari kenyataan tersebut, dibutuhkan pemikiran ulang untuk mereformasi pelaksanaan kurban yang selama ini menimbulkan dampak-dampak negatif. Karena itulah, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dan Dewan Syariah LazisMu PP Muhammadiyah menyelenggarakan Seminar Nasional Fikih Kurban. Harapannya dari pelaksanaan kegiatan ini lahir produk pemikiran berupa buku Fikih Kurban Kontemporer.
Pada sesi pertama, Hamim Ilyas selaku pembicara menjelaskan tentang sejarah dan filosofi kurban. Menurutnya, prektek kurban pertama kali dilakukan oleh putra kandung Nabi Adam, kemudian direkonstruksi oleh Nabi Ibrahim, lalu disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad. Perubahan praktek kurban dari zaman ke zaman ini boleh jadi peristiwa besar dalam sejarah kemanusiaan. Pasalnya, berkat risalah para Nabi ini, mereka sukses mengakhiri kurban manusia lalu digeser ke kurban binatang.
Selanjutnya Wawan Gunawan Abdul Wahid mengupas aspek prinsip-prinsip umum dalam Fikih Kurban. Menurutnya, ada dua prinsip umum yang menjadi basis argumentasi untuk memayungi detail pelaksanaan Fikih Kurban Kontemporer adalah prinsip kemanusiaan dan prinsip ihsan. Prinsip kemanusiaan berarti nilai-nilai yang dianut manusia dan didukung ajaran agama seperti tolong menolong, welas asih, mendahulukan kepentingan umum, dan lain-lain. Sementara prinsip ihsan berarti pengabdian dan pelayanan terbaik yang diberikan hamba sebagai ekspresi puncak loyalitas kepada Tuhan.
Bahasan mengenai problematika dan solusi ihwal ibadah kurban disampaikan Asep Shalahuddin. Ia menerangkan semua aspek-aspek konkrit dalam ibadah kurban mulai dari macam-macam dan kriteria binatang kurban, waktu penyembelihan, tatacara menyembelih kurban, objek penerima daging, dan lain sebagainya. Asep juga menyinggung soal kepanitiaan kurban, berkurban untuk orang yang sudah meninggal, menukar kulit hewan kurban, dan lain sebagainya.
Pada sesi kedua, Zainul Muslimin dari Lazismu Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur menyampaikan materi tentang pengalamannya dalam mengelola kurban terutama membuat produk Rendangmu. Sementara itu, pembicara terakhir yaitu Zainuddin MZ dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur menyuguhkan materi tentang Fikih Kurban Kontemporer dan menelusuri hadis-hadis tentang kurban yang dapat menjadi landasan dalam mengembangkan potensi kurban.