MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Bencana bukan sekadar peristiwa alam yang merugikan, tetapi juga cermin bagi segala perbuatan manusia. Firman Allah mengingatkan kita untuk bertakwa dan memperhatikan setiap tindakan, merujuk pada Q.S. al-Ḥasyr (59): 18. Dalam perspektif ini, bencana muncul sebagai akibat dari kesalahan manusia yang seringkali lalai mempertimbangkan dampaknya pada sesama dan alam.
Kesalahan yang dilakukan manusia tidak hanya diartikan sebagai perbuatan dosa dalam konteks teologis, namun kesalahan juga dapat diartikan sebagai dosa sosiologis, yakni “kesalah perhitungan” dalam berbuat terhadap manusia lain atau terhadap alam.
Contoh nyata adalah ketika manusia merusak lereng pegunungan dengan menebang pohon, yang berujung pada banjir dan tanah longsor saat hujan. Kesalahan ini mencerminkan kurangnya perhitungan risiko, menjadi contoh nyata “kesalahan sosial” yang dapat menyebabkan kerugian bahkan kerusakan.
Dalam Fikih Kebencanaan disebutkan bahwa meskipun bencana membawa dampak negatif, namun juga dapat menjadi guru terbaik. Setelah gempa bumi atau tsunami, manusia harusnya mulai memikirkan untuk membangun kota dengan perencanaan yang lebih baik, mengelola risiko dengan bijaksana. Gunung meletus, meski menakutkan, membawa kearifan dalam bersikap terhadap alam, seiring abunya yang memberi kesuburan. Bencana sosial mendorong manusia untuk lebih memperhitungkan hubungan sosial dan membangun teknologi yang lebih aman.
Dalam hal ini, Allah Swt mengajarkan bahwa setelah kesulitan, pasti ada kemudahan (Q.S. al-Insyirāḥ 94: 5-6). Kesulitan yang dihadapi manusia, sebagaimana terlihat dalam bencana, membuka pintu kemudahan dan kebijaksanaan. Dalam bencana, manusia belajar untuk introspeksi, memperbaiki kesalahan, dan merancang langkah-langkah yang lebih bijak di masa depan.
Kehadiran bencana adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari. Namun, melalui pandangan yang bijak, bencana bukanlah akhir dari segalanya. Ia adalah pelajaran berharga untuk memperbaiki kesalahan, membangun tanggung jawab terhadap sesama dan alam, serta melihat setiap kesulitan sebagai pintu menuju kemudahan yang lebih besar.
Pentingnya Introspeksi Massal
Dalam keseharian hidup, manusia seringkali dihadapkan pada bencana yang tak terduga, seperti gempa bumi, banjir, atau wabah penyakit. Pandangan terhadap bencana seringkali mencerminkan sikap dan pemahaman suatu masyarakat terhadap kehidupan. Melalui perspektif Islam, bencana dianggap sebagai media untuk introspeksi dan bukan semata-mata sebagai azab.
Pemahaman ini membawa kita pada sikap yang arif dan bijaksana dalam menjalin hubungan dengan manusia dan alam. Bencana dianggap sebagai peluang untuk merefleksikan seluruh perbuatan yang telah dilakukan. Introspeksi bukanlah sekadar merenung, melainkan sebuah kegiatan aktif yang melibatkan perhitungan matang sebelum melakukan perbuatan.
Dalam konteks ini, penting untuk melihat bencana sebagai media untuk berbenah dan memperbaiki diri. Bencana, meski seringkali menyakitkan, bukanlah azab yang datang begitu saja. Perlu dilihat konteksnya secara lebih luas. Bencana menjadi panggung bagi manusia untuk memperhitungkan tindakan mereka. Ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah, yang memberikan ujian dan cobaan agar manusia lebih memperhatikan perbuatan mereka di masa depan.
Pendekatan ajaran Islam menjadi kunci dalam menyikapi peristiwa bencana. Pemahaman akan kasih sayang dan keadilan Allah terkait bencana menjadi faktor mendasar. Bencana bukanlah tanda hukuman semata, melainkan sebuah ujian yang mengajarkan manusia untuk lebih bijak dalam tindakan mereka. Kasih sayang Allah tercermin dalam bentuk peringatan melalui bencana, agar manusia dapat meminimalisir risiko di masa depan.
Dengan memandang bencana sebagai ajakan untuk berintrospeksi, manusia diharapkan dapat membentuk sikap yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sesama. Kasih sayang dan keadilan Ilahi menjadi panduan dalam merespons bencana, mengubahnya menjadi momentum untuk memperbaiki perilaku dan menjaga harmoni dengan alam serta sesama manusia.
Referensi:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Fikih Kebencanaan”, dalam Berita Resmi Muhammadiyah Nomor 03/2015-2020/Rabiul Akhir 1439 H/Januari 2018 M, Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2018.