MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Di dalam dunia Islam, gerakan Ahlus Sunnah adalah entitas yang sangat heterogen dengan beragam pendekatan dan perspektif terkait agama. Dalam kerangka ini, Menurut Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas dalam acara Seminar Kajian Buku Fikih Akbar dan Uṣūl al-Fiqh pada Ahad (01/10) di Kantor PWM DI Yogyakarta menyebut empat tipologi utama Ahlus Sunnah, di antaranya:
Pertama adalah tipologi Taqalidiyah, yang menekankan pentingnya mempertahankan tradisi dalam beragama. Dalam kategori ini, ada dua pandangan yang berbeda. 1) Salafi, yang mencoba mengikuti ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang dirumuskan sebelum munculnya mazhab-mazhab. Mereka berusaha untuk menghidupkan kembali praktik-praktik dari masa Nabi, Sahabat, dan Tabi’in. 2) Khalafi, yang mengikuti ajaran-ajaran yang dirumuskan oleh imam-imam dan tokoh-tokoh mazhab, termasuk pemikiran kalam dan berbagai mazhab fikih.
Kemudian, tipologi kedua ‘Aqliyah, yang mengedepankan rasionalitas dalam pemahaman agama. Dalam rumpun ini terdapat dua golongan. 1) Maqashidiyah berusaha memahami agama melalui lensa rasional dan menganggapnya sebagai tujuan agama yang diinterpretasikan secara modern. 2) Taharruriyah, yang menggunakan pemikiran rasional dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) dan sering dikaitkan dengan pandangan yang pro-LGBT.
Sementara itu, tipologi ketiga ialah Ushuliyah menekankan fondasi agama sebagai dasar utama pemahaman mereka. Tipologi ini terdapat dua kalangan. 1) Rafifaliyah, yang memegang teguh ajaran-ajaran fundamental, khususnya dalam cara hidup yang mereka ambil dari zaman Nabi, Sahabat, dan Tabi’in. Namun, kelompok ini sering terkait dengan gerakan salafisme dan organisasi teror seperti ISIS dan Boko Haram. 2) Nidhamiyah, yang mengadaptasi ajaran-ajaran fundamental dalam bentuk sistem yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk politik dan ekonomi. Mereka sering disebut sebagai kelompok fundamentalis, dengan organisasi seperti Hizbut Tahrir dan Al-Ikhwan Al-Muslimun sebagai perwakilannya.
Terakhir, tipologi keempat Ashaliyah mengejar otentisitas dalam pemahaman agama. Terdapat dua corak dalam tipologi ini. 1) Ijabiyah berupaya mengikuti ajaran-ajaran otentik dalam skala global, dengan fokus khusus pada keadilan sosial. Ini sering dianggap sebagai bentuk neo-modernisme dalam Islam. 2) Taqaddumiyah, yang mengikuti ajaran-ajaran otentik yang membangun dan memiliki pandangan visioner yang terperinci dalam Al-Qur’an. Mereka sering dikenal sebagai pendukung Islam progresif.
Keragaman pandangan dalam gerakan Ahlus Sunnah adalah fitur menonjol yang mencerminkan pluralitas intelektual dalam Islam. Menurut Hamim, memahami tipologi ini membantu kita menghargai spektrum yang luas dalam pemahaman agama dan memungkinkan dialog yang lebih baik antara berbagai aliran pemikiran dalam dunia Islam.