MUHAMMADIYAH.OR.ID, KULON PROGO – Kegiatan Syawalan yang diselenggarakan muslim Indonesia, menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti merupakan tradisi atau budaya yang berpegang pada nilai-nilai ajaran Agama Islam.
Maka jika diminta dalil seperti Hadis maupun Al Qur’an, tentu tidak ditemukan sebab ini kata Abdul Mu’ti adalah bentuk pengamalan Islam yang kreatif, namun tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah Muhammad.
“Yang seperti ini (Syawalan) itu tidak ada hadisnya, tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam, tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah Muhammad.” Kata Abdul Mu’ti pada, Ahad (14/5) dalam acara Syawalan dan Pengajian Akbar Keluarga Besar Muhammadiyah di Kulon Progo.
Meski demikian, dalam tradisi atau budaya Syawalan menurutnya memiliki pijakan dan pegangan pada nilai-nilai atau ajaran Agama Islam yaitu ajaran supaya saling memaafkan. Kerelaan memaafkan, merupakan salah satu ciri dari seorang hamba yang bertaqwa.
Oleh karena itu, mewakili PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyampaikan permohonan maaf kepada warga Muhammadiyah. Serta kepada sesama warga Muhammadiyah juga diminta untuk saling memaafkan, termasuk kepada yang lain.
Selain pemurah dalam memberikan maaf, ciri lain dari hamba yang bertaqwa adalah senantiasa menginfakkan rezeki yang diberikan oleh Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang. Menurutnya berinfak bisa kapan saja, tidak harus menunggu tanggal muda.
“Riskinya banyak bersedekah, rizkinya sedang menipis kita bersedekah. Tanggal muda kita bersedekah, tanggal tua kita bersedekah. Karena itulah maka Allah memberikan kepada kita tuntunan agar menjadi hambanya yang dermawan,” katanya.
Dalam bersedekah, seorang muslim diwajibkan untuk melandasi rizki yang disedekahkannya itu dengan perasaan ikhlas. Termasuk memberikan sedekah maupun infak bukan dengan barang yang sudah jelek, rusak atau sudah tidak layak pakai.
“Orang bertaqwa itu adalah orang-orang yang memberikan harta yang dia cintai penuh rasa cinta kepada orang-orang yang dicintainya,” ungkapnya.
Kedermawanan seorang hamba, kata Mu’ti, menjadi tanda atau ukuran kesempurnaan iman. Ciri orang bertaqwa yang selanjutnya adalah mereka yang mampu menahan marah. Meskipun marah itu dibolehkan, akan tetapi seorang muslim tidak boleh jadi pemarah.
Selain tradisi Syawalan yang tidak ditemukan dalilnya, ungkapan taqaballahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin, serta ucapan mohon maaf lahir dan batin juga tidak ada dalilnya. Namun ungkapan tersebut adalah ekspresi kebahagiaan seorang muslim dalam menyambut Hari Raya Idulfitri.