MUHAMMADIYAH.OR.ID, LAMPUNG- Umat Islam sedunia kehilangan ulama besar yang berpikiran moderat dan maju, yakni Sjeikh Yusuf Qaradhawi. Ulama yang kini tinggal di Doha Qatar itu dalam beberapa tahun terakhir mempengaruhi pemikiran wasathiyah Islam.
“Transformasi pemikirannya yang semula lebih puritan menjadi maju menunjukkan perkembangan pemikiran Islam yang selalu dinamis dan tidak statis,” tutur Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir pada Selasa (27/9).
Yusuf Qaradhawi ketika berkunjung ke PP Muhammadiyah di Jakarta tiga dekade lalu dengan tegas menyatakan hisab itu qothiy (pasti) sedangkan rukyat itu dhanny (meragukan, banyak kemungkinan) sangat mencerdaskan dan mencerahkan umat.
Menurut Haedar umat Islam sedunia memang ketika berhadapan dengan hukum alam yang pasti, lebih-lebih menyangkut hari dan tanggal atau bulan dan tahun meniscayakan ilmu yang pasti dan kepastian agar segala transaksi dan regulasi hidup sehari-hari itu memiliki kepastian.
“Kecuali untuk hal-hal yang abstrak, sosial, dan ranah hidup yang metafisika. Jika ingin merebut masa depan lebih-lebih pebgetahuan alam semesta perlu ilmu pengetahuan yang pasti dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara lebih objektif,” jelas Haedar.
Syekh Yusuf Qaradhawi juga melalui karya-karyanya terbaru banyak mempromosikan pandangan keislaman yang wasathiyyah. Diajak umat Islam agar maju dan tengahan dalam beragama, serta tidak fanatik dan ekstrem. Termasuk dalam ideologi dan politik, beliau memiliki pandangan yang tengahan dengan dasar argumentasi nash yang kuat.
“Karyanya tentang jihad yang sangat tebal juga memahamkan tentang jihad multiaspek yang memerlukan pemahaman dan konteks yang luas,” jelas Haedar.
Bersama dengan itu, tambah Haedar, Syekh Yusuf juga mengajak umat Islam untuk hadir dan mampu menjawab tantangan zaman yang kompleks saat ini. Beliau ulama klasik yang mampu membaca dan berwawsan maju di tengah kehidupan modern dengan pandangan inklusif dan kosmopolitan.
“Ulama dan kader Islam muda di manapun saat ini penting belajar dan mengikuti jejak hidup dan pemikiran ulama besar ini. Bila ulama sepuh berpikir keislaman yang maju dan tengahan, maka terasa jumud manakala ulama-ulama muda Islam saat ini masih ada yang berpikiran konservatif dan ekslusif,” tutup Haedar.