MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalil mengenai kurban dengan hewan yang terkena wabah PMK adalah pernyataan Ibnu Zubair ra, bahwa pernah melihat ada unta hadyu yang buta sebelah matanya. Kemudian beliau mengatakan: “Jika dia buta setelah kalian beli, lanjutkan untuk disembelih. Namun jika dia buta sebelum kalian beli, ganti dengan unta yang lain.” (HR. al-Baihaqi dalam as-Shugra).
Berdasarkan Hadis Syaddad bin Aus, Rasulullah bersabda, bahwa Allah swt mewajibkan berbuat ihsan, ketika membunuh, menyembelih hewan. Maka termasuk pula di dalam memilih hewan kurban harus juga ihsan, selaras dengan firman Allah dalam surah al-Baqarah: 168, manusia diperintahkan untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib.
Berkaitan dengan ihsan ini sebagaimana Hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik: “Nabi saw biasa berkurban dengan dua gibas (domba jantan) putih yang bertanduk, lalu beliau mengucapkan nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kedua kakinya di pipi kedua gibas tersebut (saat menyembelih). Dalam lafazh lain disebutkan bahwa beliau menyembelihnya dengan tangannya (Muttafaqun ‘alaih) . Dalam lafazh lain disebutkan, “Saminain, artinya dua gibas gemuk.” Dalam lafazh Abu ‘Awanah dalam kitab Shahihnya dengan lafazh, “Tsaminain, artinya gibas yang istimewa (berharga).” Dalam lafazh Muslim disebutkan, saat menyembelih, beliau mengucapkan, “Bismillah wallahu akbar (artinya: dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar).” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Kebalikan dari hewan yang ihsan, ada hewan yang tidak ihsan atau tidak thayyib, dan tidak boleh dijadikan hewan kurban, seperti Hadis yang diriwayatkan dari al-Bara’ bin ‘Azib, yaitu 1) Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya; 2) Sakit dan tampak jelas sakitnya; 3) Pincang dan tampak jelas pincangnya; dan 4) Sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.
Adakalanya hewan ternak yang sudah dibeli dan diniatkan untuk hewan kurban itu mengalami sakit (dalam kasus ini terjangkit PMK) atau cacat, ketika dalam perjalanan atau setelah hewan itu diturunkan dari kendaraan. Terjangkit PMK itu ada yang berat dan ada yang ringan.
PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda lepuh pada kuku hingga terlepas dan atau menyebabkan pincang sehingga tidak dapat berjalan, serta menyebabkan tubuh sangat kurus maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
PMK dengan gejala klinis yang cenderung ringan seperti lepuh ringan pada celah kuku, tidak nafsu makan, kondisi lesu dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya adalah sah untuk dijadikan hewan kurban. Hewan dengan gejala PMK tersebut ketika disembelih tidak akan mempengaruhi kualitas dagingnya. Meskipun demikian harus dibuktikan dengan SKKH (surat keterangan kesehatan hewan) dari dokter yang berwenang yang menjelaskan bahwa hewan tersebut layak dijadikan hewan kurban.
Sementara hukum hewan kurban yang cacat setelah dibeli, tetap sah disembelih sebagai hewan kurban, hal ini diperkuat oleh pendapat ulama, antara lain: Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa ketika seseorang telah memilih hewan kurban yang sehat, terbebas dari cacat, kemudian dia mengalami aib yang menyebabkan tidak sah jika diqurbankan, dia tetap boleh menyebelihnya dan sah sebagai kurban. Pendapat ini diriwayatkan dari Atha’, Hasan al-Bashri, Ibrahin an-Nakha’i, az-Zuhri, ats-Tsauri, Imam Malik, Imam asy-Syafii, dan Ishaq bin Rahawaih. (al-Mughni, 13/373).
Selain itu, pernyataan Ibnu Zubair ra, bahwa pernah melihat ada unta hadyu yang buta sebelah matanya. Kemudian beliau mengatakan: Jika dia buta setelah kalian beli, lanjutkan untuk disembelih. Namun jika dia buta sebelum kalian beli, ganti dengan onta yang lain. (HR. al-Baihaqi dalam ash-Shugra, dan sanadnya dishahihkan an-Nawawi).
Dengan demikian, jika seseorang sudah membeli kambing/lembu dengan niat untuk berkurban, lalu terjadi cacat yang tidak disengaja atau bukan karena lalai, maka hewan tersebut masih berstatus hewan kurban, insya Allah.