MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA—Tokoh Muhammadiyah, Buya Ahmad Syafii Maarif menjadi tokoh Islam yang memberikan kenyamanan hidup di Indonesia bagi kelompok minoritas. Ucapan tersebut disampaikan oleh Guru Besar Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Prof. Franz Magnis Suseno di acara diskusi Pancasila dan Demokrasi di Indonesia: Menyelami Pemikiran Prof. A. Syafii Maarif yang diadakan CSIS Indonesia pada, Selasa (29/6).
“Bagi dia (Buya Syafii) penting di Indonesia itu harus adil, keadilan sosial harus tercapai. Bagi saya dia adalah contoh bagaimana kita yang berbeda beridentitas, bersatu dalam hati, yang berkemanusiaan, berketuhanan, dan tentu di dalam kebangsaan”. Ucapnya.
Identitas tersebut menurutnya muncul dari penyerapan nilai-nilai Pancasila. Dasar falsafah Negara ini unik, sebab tidak dimiliki oleh Negara lain, hanya Indonesia yang memilikinya untuk menyatukan segala perbedaan yang ada didalamnya.
“Indonesia Negara paling majemuk, ada ratusan agama, budaya yang berbeda. Di banyak Negara identitas nasional adalah identitas mayoritas,” ucapnya.
Meski Indonesia sebagai mayoritas Islam, namun Islam bukan sebagai identitas utama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu dia berterima kasih kepada tokoh pendahulu Indonesia yang berhasil meletakkan Pancasila sebagai dasar Negara sekaligus menjadi identitas Indonesia dengan segala kemajemukan yang dimiliki.
“Orang Islam tidak perlu mengurangi identitas keislamannya, karena justru itu identitas Indonesia menjadi sangat kuat, justru karena itu Indonesia betul-betul bersatu”. Imbuhnya.
Di tengah gempuran banyaknya ideologi luar – transnasional, menurut Franz, Pancasila akan tetap bisa bertahan. Akan tetapi, Pancasila atau persatuan Indonesia dikhawatirkan akan kewalahan menghadapi dinamika dari dalam. Dinamika tersebut ditimbulkan adanya ketimpangan antara kelompok masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah. Jangan sampai di antara mereka menganggap Indonesia hanya milik dari salah satu kelas.
Dia berharap ketimpangan kelas tersebut dapat diseimbangkan. Sebab munculnya ideologi, termasuk ideologi radikal baik atas nama agama dan lain sebagainya, acap kali disebabkan adanya masalah ketimpangan kelas atau masalah kesejahteraan.