MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Dr. Casmini S.Ag, M.Si, dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Psikologi Umum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (12/11).
Melalui rapat Senat Terbuka Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Casmini membawakan orasi ilmiah dengan judul “Resiliensi Keluarga dan Pencarian Kebahagiaan Masyarakat Jawa di Era Global”.
Dalam orasi ilmiah tersebut, Casmini menyampaikan gagasan bahwa sistem ketahanan keluarga tradisional Jawa memiliki fungsi yang lebih optimal dalam menyelesaikan berbagai masalah keluarga di tengah arus globalisasi, demokrasi, dan neo-liberalisme.
Akan tetapi, ketahanan keluarga menurutnya dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi, kemampuan dinamisasi dan dukungan sosial di lingkungan sekitar.
“Titik paling tinggi dari kualitas kehidupan manusia adalah kebahagiaan. Sebab, motivasi terdalam mempertahankan kehidupan bagi manusia adalah menghindari penderitaan. Kita mengenal dua bentuk ekspresi yang membentuk kebahagiaan, yakni material dan immaterial,” katanya.
Casmini lantas mengutip enam gagasan moral Martin Seligman yang dianggap dapat meningkatkan kebahagiaan keluarga dalam bentuk material dan immaterial. Yaitu daya belajar, optimisme, sifat pengayom, kesetaraan, moderasi, dan kesadaran transendental.
Bagi masyarakat Jawa, enam sifat tersebut terpenuhi dalam proses filosofis dan eksistensial sepanjang hidup guna memahami kediriannya. Misalnya, masyarakat Jawa selalu bertahap berusaha “dadi wong”, “dadi Jowo”, atau “manungsa tanpa ciri”.
Selanjutnya, masyarakat Jawa dianggap memiliki kematangan diri jika telah memenuhi tiga hal yakni sepuh, wutuh, dan tangguh. Kesempurnaan batin yang bahagia adalah orientasi masyarakat Jawa.
“Pribadi sepuh adalah pribadi yang senantiasa mengoptimalkan fungsinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Pribadi wutuh adalah pribadi yang utuh tanpa kesengajaan melenceng. Pribadi tangguh adalah pribadi yang mampu melaksanakan kehidupan dengan rasa suka cita meski berada di tengah ujian, duka, dan nestapa. Ketiga kategori kualitas psikologis tersebut menunjukkan seorang yang sehat pribadi, dan merupakan wujud pencapaian tertinggi dari pencarian makna hidup orang Jawa,” ungkap Casmini.
Tiga kualitas itu tak dapat dilepaskan dari nilai utama orang Jawa, yakni; (a) pengayatannya atas nilai Ilahiah; (b) usaha untuk menjaga keharmonisan, baik internal maupuan eksternal; (c) fokusnya pada perasaan, dan; (c) integrasi antara pikiran, perasaan, dan perbuatannya untuk selalu selaras aturan Tuhan. Nilai-nilai itulah yang mempengaruhi kualitas kebahagiaan orang Jawa.
Pencapaian orang Jawa menemukan kebahagiaan, ungkap Casmini, dilakukan dengan berpegang pada tautan pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan yang seimbang. Perbuatan merupakan cerminan jiwa manusia. Jika perbuatan sejalan dengan jiwa, maka orang tersebut baik, lurus, dan sehat kepribadianya.
Karena itu, Casmini percaya bahwa gagasan tradisional masyarakat Jawa mampu menjadi alternatif meningkatkan ketahanan keluarga di tengah arus modernisme dan neo-liberalisme.
“Hidup tidak harus memiliki japa mantra yang muluk-muluk dan dalil yang pelik-pelik. Kebahagiaan hidup adalah manakala dirinya mampu menerima kasunyatan atau kenyataan hidup,” pungkasnya.