Ijtihad secara harfiah diderivasi dari kata jahada yang berarti menanggung beban (hamlu al-juhdi), dan mengerahkan kemampuan.
Ijtihad merupakan bentuk masdar wazan “ifta’ala” yaitu “” yang bermakna pengerahan segala kemampuan secara optimal.
Atas dasar ini tidak tepat apabila kata ijtihad dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah atau ringan seperti analogi mengangkat biji-bijian.
Istilah Ijtihad
Ijtihad secara istilah berarti segala upaya yang dilakukan oleh mujtahid dalam berbagai bidang ilmu, termasuk bidang teologi, filsafat dan tasawuf.
Bagi kalangan ini, ijtihad tidak terbatas hanya dalam bidang fikih. Di sisi lain para ahli usul fikih berpendapat bahwa ijtihad hanya terbatas dalam bidang hukum saja.
Namun pada intinya, objek ijtihad adalah setiap peristiwa, baik yang sudah ada ketentuan nash-nya yang bersifat zanni, maupun belum ada nash-nya sama sekali.
Ijtihad Muhammadiyah Artinya
Ulama Syafi’iyyah menempatkan al-Quran, sunah, ijmak, dan qiyas ke dalam sumber rujukan dalam berijtihad.
Pandangan ini berbeda dengan Muhammadiyah yang hanya menempatkan Al Quran dan Sunah sebagai sumber rujukan.
Bagi Muhammadiyah, qiyas, istihsan, istislah, ‘urf, qaul sahabat, dan lain-lain tidak sebagai sumber rujukan melainkan metode ijtihad.
Sebab Muhammadiyah memandang unsur-unsur tersebut lebih sebagai proses.
Ijtihad dalam Fatwa Tarjih Muhammadiyah
Misalnya, dalam fatwa Tarjih tentang penjatuhan talak di rumah secara sepihak oleh suami dinyatakan tidak berlaku.
Talak dalam fatwa itu harus dijatuhklan di depan sidang Pengadilan Agama. Landasannya antara lain adalah prinsip maslahat.
Contoh lainnya ialah kebolehan membuka aurat saat tubuh pasien hendak menjalani operasi oleh dokter. Kebolehan ini absah secara istihsan.
Dalam mengoperasionalisasikan sumber dan metode pemahamannya dilakukan berdasarkan istiqra’ ma‘nawi.
Artinya ijtihad tidak dilakukan berdasarkan satu atau dua hadis, melainkan untuk menemukan hukum satu masalah harus dilakukan penelitian terhadap berbagai sumber syariah yang ada.
Dengan kata lain, ijtihad menggunakan seluruh nas dan metode ijtihad terkait secara serentak. Contoh putusan tarjih dalam kaitan ini adalah putusan tentang seni patung.
Ijtihad Bayani, Burhani dan Irfani
Sementara itu, pendekatan dalam ijtihad Muhammadiyah menggunakan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.
Pendekatan bayani menggunakan nas-nas syariah.
Penggunaan burhani menggunakan ilmu pengetahuan yang berkembang, seperti dalam ijtihad menggenai hisab.
Pendekatan irfani berdasarkan kepada kepekaan nurani dan ketajaman intuisi batin.
Ijtihad dan Realitas Sosial
Ijtihad merupakan pendayagunaan aspek kognitif untuk menemukan rumusan hukum Islam. Jadi, ijtihad bukan wahyu dari langit (non-divine law). Ijtihad adalah upaya mencari suatu keputusan hukum yang bersumber pada ajaran Islam.
Ijtihad yang dikeluarkan para ulama memang dipahat untuk merespon tantangan zamannya dan cerminan dari dinamika pergulatan realitas sosio-historis pada era tertentu. Sehingga tidak bisa diimpor begitu saja ke ruang dan waktu yang berlainan.
Oleh sebab itu, Muhammadiyah menyadari bahwa aspek ijtihadi merupakan kreasi nalar manusia, ekspresi keragaman yang partikular, dan refleksi terhadap realitas. Karenanya produk ijtihad yang dihasilkan Muhammadiyah sangat terbuka untuk diuji kembali dan sangat toleran terhadap produk ijtihad yang ada.
Naskah: Ilham Ibrahim
Editor: Fauzan AS