MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Pada studi astronomi Islam, khususnya penentuan awal bulan kamariah dalam sistem kalender Islam terdapat tiga istilah penting yaitu rukyat, hisab, dan imkanur rukyat. Suksiknan Azhari mengatakan rukyat dan hisab seringkali dihadapkan secara berseberangan, sedangkan imkanur rukyat (visibilitas hilal) dianggap sebagai “jalan tengah” atau titik temu antara hisab dan rukyat.
“Pertanyaannya, imkanur rukyat itu termasuk kategori rukyat atau hisab? Kejelasan konsep imkanur rukyat berimplikasi pada bangunan sebuah sistem kalender Islam. Untuk itu perlu ditelusuri sumber primer yang menjelaskan posisi imkanur rukyat agar diperoleh penjelasan yang lengkap dan “valid” sesuai makna awal,” tutur Susiknan yang diterima redaksi Muhammadiyah.or.id pada Kamis (02/09).
Pakar Falak Muhammadiyah ini menerangan bahwa salah satu sumber primer di Indonesia yang dapat dirujuk adalah Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah diterbitkan oleh Departemen Agama RI Tahun 1994/1995. Pada halaman 7-9 dari buku tersebut, dijelaskan secara detail metode yang digunakan dalam penentuan awal bulan kamariah, yaitu rukyat dan hisab, dan menyebut imkanur rukyat sebagai bagian dari metode hisab.
“Sistem hisab dibagi dua yaitu hisab urfi dan hisab hakiki. Imkanur rukyat itu termasuk bagian sistem hisab hakiki. Dengan merujuk sumber dari buku ini dapat dinyatakan bahwa imkanur rukyat adalah bagian dari hisab. Hal ini diperkuat praktik yang dilakukan oleh Turki, Malaysia, dan Singapore dalam sistem kalender Islam yang dikembangkan,” terang Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini.
Lalu kenapa sebagian masyarakat menganggap imkanur rukyat adalah bagian dari rukyat? Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini menerangkan bahwa mungkin sebagian masyarakat terpengaruh pemahaman tekstual istilah imkanur rukyat karena di dalamnya terdapat kata “rukyat”. Sehingga dalam implementasinya imkanur rukyat sebatas memandu rukyat. Berbeda dengan konsep awal imkanur rukyat sebagai penentu awal bulan kamariah.