MUHAMMADIYAH.OR.ID, SEMARANG — Di masa pandemi covid-19 jangan menjadi jahat secara moral dan etik dengan mengingkari pandemi dan usaha vaksinasi. Padahal menurut Haedar Nashir, melihat data kualitatif dan kuantitatif virus ini sulit dibantah atau diingkari.
Di acara Pengajian Milad Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) ke 22, Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menegaskan, bahwa tindakan antisipatif seperti taat prokes untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 bukanlah tindakan paranoid.
“Apakah kita berada di situasi paranoid ? justru yang bilang paranoid itulah yang harus kita pertanyakan. Jangan-jangan orang ini yang mengidap itu,” ucapnya pada (4/8).
Pihak yang mengingkari pandemi covid-19 menurutnya Haedar harus diperiksa irfaninya/jiwanya. Sebab akibat tindakan mereka berpotensi memperkeruh situasi bencana kesehatan yang taruhannya adalah nyawa.
Menghadapi pandemic covid-19 sebagai bencana kesehatan global, Haedar menyarankan dalam penanggulangan harus secara kolektif. Tidak bisa bencana ini diselesaikan secara dikotomis, orang per orang, kelompok, atau bahkan per bangsa secara eksklusif.
“Jadi sama bermasalahnya ketika ada orang yang merasa kami aman, maka kami boleh melakukan apa saja,” imbuhnya
Meski berada di zona hijau atau kuning, jangan merasa aman dan bisa melakukan hal semaunya. Karena ini menyangkut etika kolektif, tidak mungkin berbahagia berlebihan di saat sebagian besar saudara mengalami dan dalam situasi musibah.
Sebagai bencana kesehatan yang bersifat masif dan global, maka menghadapi bencana ini harus dengan bersama. Dalam konteks ini Al Ma’un perlu direaktualisasi sebagai nilai kemanusiaan di kehidupan.
Berangkat dari kekhasan KH. Ahmad Dahlan dalam menjadikan Al Qur’an sebagai sumber tindakan sosial, Teologi Al Ma’un menyadarkan pentingnya kesehatan masyarakat. Karena dari tubuh yang sehat dapat beribadah lebih baik dan bermuamalah dengan baik.
“Sehat itu penting, jangan menjadi anti kesehatan hanya karena kita ingin mengejar jannah (surga). Justru kalau ingin mengejar surga kita harus sehat, kemudian juga ruhani harus sehat,” katanya
Gerakan Kesehatan Masyarakat (Germas) yang ada sekarang ini menurut Haedar, secara substansi sudah dilakukan oleh Muhammadiyah sejak lama. Selain itu bisa jadi pandemi ini ibrahnya menjadikan Umat Muslim untuk sadar pentingnya kesehatan.
Aktualisasi Al Ma’un yang lain adalah institusionalisasi lewat rumah sakit dan berbagai pranata kesehatan. Saat ini Muhammadiyah-‘Aisyiyah memiliki 117 rumah sakit di seluruh Indonesia. Ratusan Rumah Sakit Muhammadiyah-‘Aisyiyah (RSMA) semua itu lahir dari etos Al Ma’un.