MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Salah satu pakar tafsir di lingkungan Muhammadiyah Prof Saad Abdul Wahid telah berpulang ke rahmatullah pada Senin (19/07). Prof Saad, begitu ia disapa, merupakan Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah sejak 1985 s/d 2015, Guru Besar Ilmu Tafsir di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dan Mudir Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) periode 2009 s/d 2015.
Prof Saad lahir di Banyumas pada 1 Februari 1938. Beliau berasal dari lingkungan keluarga pesantren Wathoniyah Islamiyah Kebarongan Banyumas. Sebagai seorang akademisi, kesehariannnya bukan hanya mengajar di berbagai Perguruan Tinggi dan Pesantren, tetapi juga memiliki produktivitas yang tinggi dalam menulis baik artikel pendek maupun buku yang berjilid-jilid.
Salah satu karya Prof Saad di bidang tafsir ialah Tafsir Al-Hidayah yang dibagi kedalam 3 tema: Akidah, Akhlak, dan Syariah. Tafsir Hidayah ini merupakan kumpulan tafsir Al-Qur’an yang telah dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah sejak tahun 1989 hingga 2001. Dengan membaca Tafsir Al-Hidayah, pembaca akan langsung paham betapa Prof Saad begitu mencintai al-Quran dan terpesona dengan paparan para mufassir dari klasik hingga kontemporer.
Wafatnya pakar tafsir dari Muhammadiyah di usia 83 tahun ini menyisakan duka yang mendalam. Ajengan Wawan Gunawan Abdul Wahid, murid sekaligus kerabatnya di Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menjadi saksi betapa Prof Saad merupakan sosok Guru Besar yang bukan hanya berteori tetapi juga mempraktekkan teori tersebut dalam kenyataan. Hal tersebut ditunjukkan dengan keahlian Prof Saat dalam ulumul Quran khusus ulumut tafsir yang dipraktekkan dalam Tafsir Al-Hidayah.
Ajengan Wawan juga menilai, Prof Saad merupakan ulama yang rendah hati, murah senyum, dermawan, tegas, sekaligus menjadi guru untuk semua dosen junior di lingkungan civitas kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Keluasan ilmu yang dimilikinya tidak lantas membuat Prof Saad merasa lebih tinggi dari siapapun.
“Sebagai seorang dosen Beliau menjadi guru untuk para dosen junior melalui sifatnya sebagai alim yang rendah hati, murah senyum, dermawan dan tegas. Tentang rendah hati dan murah senyum banyak orang tahu. Kedermawanannya itu saya alami ketika Beliau menghargai kontrakannya sepertiga dari keumuman harga kontrakan pada umumnya,” ungkap Ajengan Wawan pada Senin (19/07).
Aulia Abdan Idza Shalla, murid Prof Saad di PUTM, juga mengakui almarhum sebagai prototipe paling nyata ulama langitan yang membumi. Menurutnya, acap kali berjumpa, tanpa ragu Prof Saad selalu membuka percakapan terlebih dahulu dengan menanyakan kabar seraya mendoakan. Dan tanpa ragu Abdan menilai Prof Saad sebagai sosok pejuang dakwah yang begitu militan.
“Betapa beruntungnya saya sempat menimba ilmu dari beliau, ahli tafsir yang memiliki karya tafsir tersendiri, Tafsir al-Hidayah namanya. Saya pribadi tidak menyangka akan mendapatkan tafsir itu langsung dari beliau. Gratis. Betapa bahagia saat itu,” tutur guru di Pondok Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta ini.