MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Generasi muda, dalam hal ini Pemuda dan mahasiswa seharusnya dapat berperan menjadi benteng negara yang memiliki iman dan takwa. Anak muda harus memiliki keyakinan dan turut mengambil peran dalam memikirkan urusan umat, dengan begitu negara akan terjaga dengan baik. Wajah generasi muda harus benar-benar dijaga, dirangkul, dan tidak boleh dibiarkan, sebaliknya generasi muda harus diorbitkan.
Hal itu dikatakan Thonthowi, Direktur Pesantren Universitas Ahmad Dahlan dalam Talkshow Persada TV, Sabtu (26/6).
Menurutnya, tantangan generasi muda juga semakin kompleks setelah lebih dari satu tahun pandemi Covid-19, muncul data yang menyebutkan tentang kerapuhan ketahanan keluarga, timbul anak-anak yang kekurangan gizi, meningkatnya kasus pengangguran, juga angka kekerasan dalam rumahtangga hingga kasus perceraian. Ditambah lagi dengan proses pembelajaran online yang menyisakan beragam persoalan moral yang tinggi.
Generasi muda harus mampu menyaring dan memilih setiap informasi yang membanjiri media sosial. Perlunya waspada terhadap segala macam bentuk proxy war atau perang yang menggunakan actor-aktor bayangan, dengan sasaran merekayasa generasi muda menjadi tidak produktif, hidup dengan suasana glamor, kehilangan navigasi moralitas, serta tidak memiliki sendi ideologi yang kuat.
Senada Thonthowi, Fathurrahman Kamal, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengatakan tantangan yang dihadapi bukan hari ini saja. “Namun juga tahun 2035 atau 2045, sebab pada masa itu Indonesia akan menjadi negara dengan populasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki usia produktif tertinggi, dibandingkan dengan beberapa negara yang lain. Kita akan memperoleh bonus demografi,” tuturnya.
Fathur melanjutkan saat Muhammadiyah menyelenggarakan muktamar ke-47 di Makassar, salah satu isu sentral kebangsaan yang dibahas ialah bagaimana memaksimalkan bonus demografi tersebut. Dalam narasi keputusan muktamar, disebutkan bahwa bonus demografi memungkinkan Indonesia tumbuh menjadi negara besar dengan produktivitas kerja yang tinggi dan kekuatan ekonomi yang memungkinkan Indonesia memperkuat pengaruhnya di tingkat regional dan internasional. Inilah sisi optimisme yang perlu dibangun. Namun apabila potensi bonus demografi tidak dikelola dengan baik, justru Indonesia dapat jatuh menjadi negara gagal.