MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Menerima silaturahmi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres RI) secara daring, Senin (31/5) Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir turut membahas terkait polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam penuntasan polemik ini, Muhammadiyah menurutnya menuntut pemerintah berlaku terbuka, transparan, jujur dan mengedepankan solusi.
“Legislative, yudikatif, eksekutif serta semua institusi negara itu harus mem-back up KPK dan jangan ada kepentingan untuk melemahkannya,” tutur Haedar.
“Begitu juga bagi komponen bangsa, tapi pada saat yang sama bagaimana KPK ini juga berjalan dengan transparan, good governance, objektif, terstandar dan para pimpinan KPK harus membawa lembaga ini betul-betul menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang otoritatif, berwibawa, punya integritas dan tentu bisa menyelesaikan persoalan-persoalan korupsi,” imbuhnya.
Haedar Nashir meminta agar politisasi apapun tidak dilakukan dalam polemik ini, sebab, politisasi menurutnya hanya akan membuat masyarakat apriori dalam memandang masalah.
“Kita warga civil society harus bersikap objektif, kemudian juga terbuka dan tidak ada politisasi baik menyangkut KPK maupun persoalan-persoalan kebangsaan lainnya. Karena politisasi akan membuat kita apriori dalam menyelesaikan persoalan,” tuturnya.
Terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Haedar berpesan agar dihentikan dan tidak ada kegiatan serupa yang tertutup dan bias.
“Dalam hal KPK misalnya, kami Muhammadiyah secara tegas menyampaikan bahwa problem Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ini dimulai dari materi dan prosesnya yang bias, reduksi dan juga tidak berstandar. Nah dalam problem ini maka Muhammadiyah berkeberatan dengan masalah yang menyangkut TWK dan jangan diperluas untuk ASN maupun untuk kepentingan lain. Kita harus punya standar yang objektif dan berlaku untuk seluruh aspek dan komponen kebangsaan kita agar tidak terjadi bias, politisasi, maupun juga kontroversi,” pesan Haedar.
“Maka cukup dihentikan dan tidak ada lagi materi-materi yang seperti ini sehingga tidak menjadi sumber permasalahan. Tapi seraya dengan itu kami juga berharap ada objektivasi dari nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur (kebudayaan) bangsa di dalam gerakan anti korupsi sehingga gerakan anti korupsi itu juga punya kekuatan yang bersifat jangka panjang tidak hanya dalam usaha penindakan tapi juga dalam usaha pencegahan,” tambahnya.
Terakhir, Haedar berpesan agar berbagai potensi yang menimbulkan kegaduhan diminimalisir agar persatuan bangsa semakin rekat dan erat.
“Nah dalam konteks ini maka jangan sampai persoalan KPK, persoalan Palestina dan lain-lain itu kemudian menjadi titik ketika kita menjadi bangsa yang cerai berai. Dan kami berharap bahwa dialog, saling menerima masukan dan memperbaiki keadaan dari hal-hal yang kurang, untuk menjadi pilihan yang sangat penting. Solusi, menjadi tawaran bagi kita agar masalah memang hadir untuk kita selesaikan, bukan untuk terus diperdebatkan apalagi kita politisasi sesuai dengan kepentingan masing-masing,” tegasnya.