MUHAMMADIYAH.OR.ID, SEMARANG — Jangan sampai pranata modern saat ini mengesampingkan adagium-adagium yang berasal dari tradisi lokal, dan menanggap itu salah manusia belum bisa menemukan dalil literalnya. Pasalnya, jika ajaran agama dikontekstualisasi akan mendapat contoh di masyarakat.
Abdul Mu’ti melanjutkan, sehingga praktik keagamaan harus akomodatif dan adaptif. Menurutnya, ciri pranata sosial modern akan menciptakan hal-hal baru yang berkaitan dengan pengembangan konsep dan menghadirkan Islam sebagai rahamatan lil alamiin.
“Membentuk MDMC itu tidak ada dalilnya, perintahnya hanya wata’awanu Alal birri wattaqwa wala ta’awanu Alal Ismi Wal udwan. Kemudian tetapi kalau dikaitkan dengan bagaimana kita modern, lalu muncullah MDMC itu,” ungkap Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini pada (2/5) dalam Pengajian AMM Jawa Tengah.
Termasuk adanya LazisMu, menurut Mu’ti tidak ada dalil yang secara tegas menyebutkan tentang keharusan adanya lembaga zakat. Karena di dalamnya ada penjaminan akuntabilitas dan pertanggung jawaban, sehingga dalil yang memerintahkan berzakat tetap bisa dilakukan, akan tetapi dengan cara yang berkemajuan.
Dengan demikian, perintah khuz min amwalihim (mengambil zakat dari sebagai harta) bisa dilakukan dengan cara dan bentuk-bentuk baru yang lebih efektif dan efisien. Pembaharuan penghimpunan zakat, kata Mu’ti, dimulai oleh Muhammadiyah. Namun kekinian, karena pemahaman agama terlalu skriptualistik sehingga saat ini terlebih lebih ‘ketinggalan.’
“Karena itu Muhammadiyah harus berani secara terbuka melihat berbagai hal bagaimana agar beragama ini menjadi mudah, rahmah, dan kemudian beragama itu menjadi sesuatu yang membuat kita ini berdakwah tanpa harus menceramahi orang, menggurui orang, apa lagi memarah-marahi orang,” urai Mu’ti
Dalam kesempatan ini Mu’ti juga menyinggung, salah satu ciri manusia modern adalah banyak membaca. Karena salah satu syarat menjadi berkeadaban juga harus banyak baca. Mu’ti mensinyalir, salah satu penyebab orang tertutup akan kemajuan dan perubahan disebabkan lemahnya daya baca.
Selain itu, menciptakan masyarakat terbuka dan berkeadaban juga harus memperbanyak ‘piknik’ dan membuka kenalan lebih luas. Ia memberikan tips, bahwa ketika berpiknik jangan hanya berfoto atau swafoto dan oleh-oleh saja. Melainkan harus melihat makna sejarah tempat-tempat yang dikunjungi.