Oleh: Alpha Amirrachman
Amal usaha pendidikan Muhammadiyah dihadapkan pada tantangan membumikan ideologi Muhammadiyah.
McKinsey Global Insitute (2021) merilis laporan bertajuk The Future of Work after COVID-19.” Laporan itu di antaranya menyebutkan, wabah Covid-19 membentuk tiga tiga tren yang terus berlanjut dengan berbagai implikasinya pada dunia pekerjaan.
Pertama, bekerja jarak jauh secara hibrida. Kedua, pertumbuhan perdagangan elektronik dan digital serta percepatan ekonomi dua atau lima kali lebih cepat dari sebelum pandemi. Ketiga, penggunaan otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) untuk perusahaan.
Implikasi utama adalah kebutuhan atas pekerja yang tangkas dan efektif. Ijazah dan gelar akademik tidak lagi menjadi kriteria utama.
Pembangunan infrastruktur diduga akan semakin masif untuk mendukung perubahan ekonomi dan kebudayaan baru. Dunia pendidikan perlu mencermati tren perubahan ini secara jeli. Muhammadiyah harus merumuskan langkah ke depan.
Saat ini, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tercatat memiliki 27.203 satuan pendidikan, terdiri atas prasekolah, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, SLB, pondok pesantren, madrasah diniyah, takmiliyah, TPQ, PKBM/Kesetaraan, dan perguruan tinggi di penjuru seluruh Indonesia.
Laporan McKinsey menggarisbawahi pentingnya pendidikan untuk menyiapkan masyarakat pekerja yang adaptif terhadap perubahan era 4.0 yang terakselerasi dengan adanya pandemi, tapi tetap memiliki jati diri dan identitas di tengah mobilitas yang kian dinamis.
Di sinilah pentingnya reorientasi peta jalan pendidikan Muhammadiyah. Amal usaha pendidikan Muhammadiyah saat ini dihadapkan pada tantangan serius untuk mempertahankan dan membumikan ideologi Muhammadiyah pada era 4.0.
Tiga Tantangan Pendidikan Muhammadiyah
Pasca-Muktamar ke-46 atau Muktamar Satu Abad dikembangkan konsep dan istilah “Islam berkemajuan” berwatak reformis-modernis. Dalam ranah kebangsaan, ideologi Muhammadiyah ini terpatri dalam bingkai falsafah Pancasila dan NKRI.
Di sektor pendidikan, ideologi Muhammadiyah ini mewujud dalam mata pelajaran Al Islam Kemuhammadiyahan. Nilai-nilainya berkelindan dengan falsafah Pancasila.
Tantangan kedua, mempertahankan inklusivitas. Pendidikan Muhammadiyah pada dasarnya inklusif. Sebagai contoh, sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah di Indonesia bagian timur sebagian besar dihadiri siswa dan mahasiswa non-Muslim.
Sebagian alumni non-Muslim bahkan menjadi pemimpin di daerahnya. Praktik baik ini perlu dikembangkan di wilayah lainnya. Muhammadiyah pun memperhatikan siswa-siswa berkebutuhan khusus, dengan menyelenggarakan sekolah luar biasa.
Sekolah dan madrasah reguler Muhammadiyah mulai menerima siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa reguler untuk mendorong integrasi sosial.
Tantangan ketiga, perluasan akses. Muhammadiyah perlu merumuskan kebijakan pendidikan jarak jauh, untuk turut menjawab tantangan akses pendidikan bagi siswa-siswa yang terkendala karena geografis dan lainnya.
Tantangan keempat, kualitas satuan pendidikan Muhammadiyah sangat beragam. Kita dapat menemui sekolah dengan kondisi memprihatinkan hingga berprestasi dan prestisius.
Pendidikan Jarak Jauh
Menurut Perraton (2012), pendidikan jarak jauh berkembang pesat. Pertama, adanya kepedulian meningkatkan kesetaraan memperoleh akses pendidikan. Kedua, mata pelajaran yang tidak relevan mendorong pembelajaran lebih terpersonalisasi.
Saat ini, pendidikan jarak jauh mendapatkan momentum dengan adanya wabah Covid-19, yakni siswa belajar dari rumah. Muhammadiyah dapat mengembangkan perpaduan tatap muka dan jarak jauh.
Ini modal mempersiapkan pekerja unggulan sebagaimana diprediksi laporan McKinsey.
Kluster-kluster peningkatan mutu sekolah dapat dibentuk, dengan melibatkan fakultas tertentu di perguruan tinggi Muhammadiyah agar memberikan fokus, di antaranya pada keterampilan digital.
Dalam perspektif filosofis, ide dasar pendidikan sebagai matra keimanan dan ketakwaan perlu terus dikembangkan agar semakin tecermin dalam budi pekerti, sebagai pelajar Pancasila yang berakhlakul karimah.
Selanjutnya, pengembangan tata kelola pendidikan dan SDM dilakukan, dengan mengubah dari orientasi statistik ke big data, orientasi masukan (input) ke proses menuju luaran (output), kepemimpinan individu ke sistem, dari ketergantungan ke kemandirian, dan dari orientasi lokal ke orientasi warga global yang dinamis.
*penulis adalah Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Editor: Fauzan AS