Bersumpah menjadi tren tersendiri di kalangan muda-mudi saat ini. Modusnya ialah untuk mendapatkan kepercayaan dari lawan bicara dengan mudah. Sumpah bukan perkara yang kecil karena wajib ditepati dan memiliki dosa moral yang besar. Terlebih dari itu, Islam sebagai jalan hidup yang lengkap telah mengatur hal ini.
Masalah sumpah sudah dibahas di Rubrik Tanya Jawab Agama majalah Suara Muhammadiyah no. 15 tahun 2011. Sumpah ialah kata-kata yang diucapkan dengan menggunakan nama Allah atau sifat-Nya untuk memperkuat suatu hal. Contohnya: “Wallahi (Demi Allah) saya sudah belajar” dan “Wa ‘adhamatillah (Demi keagungan Allah) saya tidak mencuri”. Oleh karena sumpah itu menggunakan nama Allah atau sifat-Nya maka ia tidak boleh dibuat main-main.
Sumpah itu ada tiga macam: (1) Sumpah Laghwi: yaitu sumpah yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah, contohnya: “Demi Allah kamu harus datang” dan “Demi Allah kamu wajib makan”. (2) Sumpah Mun’aqidah: yaitu sumpah yang memang benar-benar sengaja diucapkan untuk bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu hal, contohnya: “Demi Allah saya akan bersedekah sebanyak satu juta rupiah” dan “Saya bersumpah demi Allah tidak akan menipumu”. (3) Sumpah Ghamus: ialah sumpah palsu/bohong, yaitu sumpah yang diucapkan untuk menipu atau mengkhianati orang lain. Sumpah palsu ini adalah salah satu dosa besar sehingga tidak ada kaffarat/dendanya atau tidak bisa ditebus dengan kaffarat. Pelakunya wajib bertaubat nasuha.
Bersumpah untuk meninggalkan sesuatu yang wajib seperti bersilaturrahim atau menjalin hubungan yang baik dengan orang lain adalah haram. Perlu ditekankan bahwa keadaan emosi tidak menafikan kehendak hati untuk bersumpah. Allah berfirman:
لَا يُؤَاخِرُكُنُ اللَّهُ بِاللَّغِىِ فِي أَيِوَا كًُِنِ وَلَكِيِ يُؤَاخِرُكُنِ بِوَا كَسَبَتِ قُلُىبُكُنِ وَاللَّهُ غَفُىزٌ
حَلِين
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS Al-Baqarah: 225).
Seorang yang melanggar sumpah wajib membaar denda/kaffarat sebagai bentuk penyesalan dan ketaatan kepada Allah. Kaffarat sumpah adalah seperti berikut: memberi makan kepada sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada keluarga, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan hamba sahaya. Jika semua itu tidak bisa dilakukan maka wajib berpuasa selama tiga hari, baik secara berturut-turut maupun tidak. Hal ini berdasarkan firman Allah:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat/tebusan (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” [QS. al-Maidah (5): 89]
Menurut ayat ini, jika seseorang bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu secara sengaja, lalu ia tidak bisa menepati sumpahnya itu, ia terkena kaffarat sebagaimana telah diterangkan di atas.
Jika masih dibiayai orang tua, maka seorang yang terkena kaffarat boleh menggunakan uang dari orang tua untuk membayar kaffarat tersebut. Jika tidak mampu atau mencukupi, saudara boleh menebus sumpah dengan cara berpuasa selama tiga hari, baik berturut-turut maupun tidak. Pembayaran kaffarat tidak dibatasi waktunya, akan tetapi lebih baik segera dilakukan karena jika ditangguhkan dikhawatirkan lupa atau tidak mampu atau meninggal dunia.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No.16, 2013 dengan penyesuaian
https://fatwatarjih.or.id/wp-content/uploads/2020/03/Fatwa_17_2013_Sumpah-dan-Kafaratnya.pdf