MUHAMMADIYAH. OR. ID, SPANYOL- Istilah Barbar umumnya dimaknai sebagai kelompok liar yang tidak punya aturan. Stereotipe semacam itu hampir secara permanen telah menutupi realitas sebenarnya yang berada di balik nama Barbar. Penggunaan istilah Barbar yang bernada pejoratif (merendahkan) ini dilakukan untuk mengaburkan fakta sejarah.
Padahal menurut penulis buku Journey to Andalusia Uttiek M Panji Astuti, suku Barbar atau sering juga ditulis Berber atau Barber adalah salah satu suku di Afrika Utara yang menurunkan pahlawan pembebas semenanjung Iberia, Thariq ibn Ziyad dan para syuhada yang berjuang bersamanya.
“istilah Barbar ini kemudian berkonotosi negatif jadi primitif, liar, dan lain-lain,” ungkapnya dalam sebuah diskusi bersama PCIM Spanyol pada Sabtu (09/01).
Thariq bin Ziyad merupakan panglima tempur yang membebaskan Andalusia. Thariq lahir pada tahun 670 M dari kabilah Nafzah di Afrika Utara yang merupakan suku Barbar.
Nama Thariq hingga kini diabadikan sebagai nama sebuah selat yang memisahkan Afrika Utara dengan Eropa, yaitu Giblartar atau Jabal Thariq. Entah mungkin untuk mendiskreditkan perjuangan Thariq, kata-kata “barbar” umumnya lebih menonjolkan sisi brutalnya, ketimbang pemikiran logis.
Selain itu, kata “barbar” sering disematkan kepada “Barbarossa”.
Secara umum masyarakat mengenal Barbarossa adalah seorang tokoh bajak laut yang diilustrasikan dalam film Pirates of Carribean. Dalam film tersebut, Barbarossa merupakan musuh bebuyutan Jack Sparrow. Padahal, kata Uttiek, ada dua kakak-beradik yang bernama Barbarossa, yakni Khairuddin Barbarossa dan Oruk Barbarossa. “Keduanya adalah pahlawan Islam,” tegasnya.
Kedua kakak-beradik ini berhasil menyelamatkan para pengungsi Andalusia dari penindasan penguasa Spanyol di masa Reconquista.
Duo Barbarossa ini membantu menyeberangkan sejumlah besar kaum Muslim dan Yahudi dari Spanyol menuju daratan Afrika Utara.
“Jadi, rasanya tidak adil sekali jika Barbarossa dalam sebuah film dicirikan sebagai bajak laut konyol,” tutur Uttiek. (Ilham)