MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan tajdid mempunyai cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Di dalam menepaki perjalanan Muhammadiyah yang bisa bertahan sampai lebih dari satu abad ini tentu butuh yang namanya proses pewarisan nilai, ide, dan gagasan daripada Muhammadiyah. Pewarisan ini bisa berjalan baik ketika pengkaderan dilakukan secara simultan dan baik. Namun, juga dihadapkan dengan tantangan lain seperti ujian komitmen para kader Muhammadiyah.
Hal tersebut disampai Bachtiar Dwi Kurniawan, Sekretaris Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, dalam Kegiatan Hari Bermuhammadiyah, Ahad (18/7).
“Salah satu kunci berjalannya organisasi secara baik adalah adanya komitmen daripada Pimpinan Muhammadiyah, aktivis-aktivis Muhammadiyah, daripada warga-warga Muhammadiyah itu sendiri. Komitmen berMuhammadiyah itu ya seperti iman kadang naik kadang juga turun kadang juga mungkin stabil nah jangan sampai komitmen bermuhammadiyah itu hilang, lenyap, atau sirna sama sekali di dalam alam pikiran dan hati sanubari daripada para aktivis penggerak Muhammadiyah,” jelas Bachtiar.
Kadang kala komitmen Muhammadiyah ini menjadi di uji seiring berjalannya waktu. Apa ujian komitmen berMuhammadiyah?
Pertama, situasi politik. Ketika berada dalam situasi politik electoral entah pilpres, pilbup, pilgub atau pileg dan pilihan politik yang lain yang ada di lokal kadangkala pilihan politik itu bersinggungan dengan organisasi Muhammadiyah bahkan sedikit banyak akan bersinggungan juga dengan yang namanya aktivis atau kader Muhammadiyah yang aktif di Persyarikatan. Bila ada kecenderungan perbedaan dukungan politik acap kali para aktivis Muhammadiyah itu diuji, apakah akan menjaga marwah Muhammadiyah yang memberikan keberkahan dan manfaat bagi orang banyak atau akan terjeremus dalam kegiatan politik praktis.
Kedua, keberadaan organisasi Islam yang lain. Saat ini banyak organisasi dan paham keIslaman yang banyak sehingga ini menjadi acuan tersendiri bagi para kader.
Ketiga, tantangan beragama di era digital. Bagaimana otoritas keagamaan sekarang, otoritas fatwa, penyuluhan keagamaan awalnya dulu berada di organisasi bergeser pada otoritas fatwa-fatwa jalanan yang ada di dunia maya. Orang belajar agama dari media sosial, youtube, google dan platform media yang lain. Ini tantangan bagi Persyarikatan bagaimana mentransformasi nilai-nilai Islam supaya bisa dipahami oleh jamaah/umat secara lebih komperhensif dan tidak parsial (terpotong-potong).
Hits: 122