MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar mengatakan bahwa Manhaj Tarjih adalah suatu sistem istinbath hukum yang terdiri atas empat unsur: wawasan, sumber, pendekatan, dan prosedur teknis (metode). Di dalam prosedur teknis, ada tiga metode yang digunakan Manhaj Tarjih, yaitu: bayani, ta’lili, dan taufiqi.
Berbeda dengan pendekatan bayani, metode bayani adalah prosedur teknis tentang analisis tekstual terhadap suatu pernyataan hukum dari nash/teks mengenai suatu kasus, hanya saja nash tersebut masih bersifat kabur sehingga perlu diperjelas. Karenanya, dalam metode intepretasi literal ini, pernyataan normatif agama Islam, salah satunya dapat dilihat dari sudut pandang: segi signifikasi atau cara menunjukkan kepada makna yang dimaksud (dalalah).
Pembahasan mengenai dalalah ini adalah lanjutan dari pembahasan tentang teks yang jelas (al-alfadz al-wadhihah) dan teks yang tidak jelas (al-alfadz ghair al-wadhihah). Jika sebelumnya menjelaskan tentang karakter lafadz, maka dalam Pengajian Tarjih edisi ke-162 pada Rabu (16/02), Syamsul Anwar menjelaskan tentang empat macam cara penunjukan kepada makna (dalalah/signifikasi).
Empat macam dalalah tersebut di antaranya: Pertama, dalalah al-ibarah, penunjukan kepada makna secara langsung tersurat; Kedua, dalalah al-isyarah, penunjukan kepada makna secara secara implikatif; Ketiga, dalalah al-iqtidha, penunjukan kepada makna secara niscaya; dan Keempat, dalalah al-dalalah, penunjukan kepada makna secara secara analog.
Dalam Pengajian Tarjih tersebut, Syamsul hanya menerangkan contoh dalalah al-ibarah. Menurutnya, contoh dalalah al-ibarah atau teks yang langsung tersurat maknanya ialah hadis tentang tarawih 11 rakaat. Hadis tersebut berbunyi: Bagaimana salatnya Rasulullah saw di bulan Ramadan? Aisyiyah menjawab: Tidaklah Rasulullah saw menambah baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan lebih dari sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat maka janganlah kamu tanyakan bagus dan lamanya, kemudian beliau salat empat rakaat, maka janganlah kamu tanyakan bagus dan lamanya, kemudian beliau mengerjakan salat tiga rakaat (HR al-Bukhari).
“Hadis tersebut membawa satu pesan bahwa Rasulullah Saw salat tidak lebih dari 11 rakaat baik di bulan Ramadan maupun di bulan lainnya, artinya salat malam yang beliau kerjakan tidak pernah lebih dari 11 rakaat. Dan itu yang tertulis dalam hadis secara langsung tersurat, inilah contoh dari dalalah al-ibarah,” terang Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.