MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Kasus kekerasan seksual semakin sering terjadi di berbagai lini kehidupan, baik ruang publik maupun ruang keluarga. Semua umur dan jenis kelamin berpotensi menjadi korban kekerasan seksual.
Selama 2022, sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kasus kekerasan seksual sebagai yang tertinggi dengan jumlah 11.016 kasus.
Menyadari kasus tersebut sebagai masalah nasional yang harus diselesaikan, organisasi perempuan muda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah (NA) berupaya merumuskan sistem kolaboratif pencegahan kekerasan seksual yang akan diujicobakan dan dimulai dari lingkungan organisasi otonom dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Ahad (25/6), NA mulai menyelenggarakan FGD Advokasi Satu Atap untuk menginisiasi sistem layanan advokasi satu atap yang terintegrasi dengan kesamaan persepsi dan pembagian kerja multipihak.
Pada forum ini, NA melibatkan MHH PP Muhammadiyah, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Majelis Dikti PP Muhammadiyah, MPKU PP Muhammadiyah, LazisMu Pusat, MHH PP ‘Aisyiyah, Majelis Dikdasmen PP ‘Aisyiyah, Majelis Dikti PP ‘Aisyiyah, Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah, PP Pemuda Muhammadiyah, DPP IMM dan PP IPM.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Ariati Dina Puspitasari, keterlibatan multipihak dalam advokasi satu atap sistem pencegahan kekerasan seksual diharapkan mampu mendorong pencegahan kekerasan seksual yang lebih masif dan terukur sesuai dengan peran masing-masing.
NA kata dia juga berharap agar advokasi kasus kekerasan seksual dikerjakan secara berkelanjutan sehingga lahir sistem yang menjamin keamanan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.
Sementara itu, Ketua Departemen Advokasi Sosial PP NA, Monica mengatakan jika FGD ini berupaya mengintegrasikan layanan advokasi yang mudah dan nyaman kepada korban.
“Selanjutnya akan dibentuk forum komunikasi dan SOP untuk mengatur sistem kerja layanan advokasi yang terintegrasi di Muhammadiyah-‘Aisyiyah dan ortom lainnya,” imbuhnya.
Bertempat di Aula Gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta, forum ini juga disebut lahir atas keprihatinan NA dalam melihat suasana dilematis advokasi kasus kekerasan seksual.
“Kondisi dilematis yang membuat Nasyiah merasa perlu adanya layanan dengan garis koordinasi yang jelas. Kami ingin mengajak tim paralegal untuk pengembangan namun ternyata ada kebutuhan yang tidak bisa dijangkau sendiri,” tutur Dede Dwi K sebagai moderator dalam acara tersebut. (afn)
Hits: 57