MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir sebuah bangsa yang sudah ‘akil baligh’ adalah mereka yang mampu menciptakan relasi sosial baik dan kondusif di dalam perbedaan.
Perbedaan antar agama dan golongan tidak harus dijadikan satu, tetapi sama-sama saling toleran dan menghormati di dalam perbedaan. Haedar menambahkan, supaya tidak perlu ada penyatuan golongan, agama dan lain sebagainya, termasuk secara simbolis.
Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan, bahwa kelompok masyarakat atau bangsa yang sudah terbiasa dengan perbedaan dan resolusi konflik dapat disebut sebagai bangsa yang memiliki tradisi besar.
“Di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Itu ruang publik yang dewasa, dan Muhammadiyah mengarah kesana.” Ungkap Haedar Nashir pada, Jumat (12/5) di acara Rapat Senat Terbuka Laporan Tahunan Rektor dan Milad ke-42 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dalam konteks bangsa Indonesia, Haedar mendorong harus memiliki semangat unity atau kesatuan dalam perbedaan. Akan tetapi bukan hanya dalam urusan simbol-simbol dan jargon, ke institusional.
Termasuk semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang ditonjolkan jangan hanya keragaman, namun lupa akan ketunggalannya. Maka sudah seyogyanya yang dirayakan bukan hanya kebhinekaannya saja, tapi juga kesatuannya.
“Kenapa kita tidak pernah merayakan kesatuan, ini penting agar ada dinamika di antara keduanya. Maka tokoh-tokoh bangsa dan daerah perlu untuk menyuarakan itu,” ungkapnya.
Namun tidak hanya cukup kesatuan bangsa, umat dan kemanusiaan ini juga harus dimajukan. Muhammadiyah menginginkan supaya umat dan bangsa ini maju dan menjadi yang terbaik dari segi politik, ekonomi, budaya, pendidikan dan lain sebagainya.
Kemajuan atau kebaikan peradaban umat, bangsa dan kemanusiaan universal yang diinginkan oleh Muhammadiyah itu tidak satu aspek saja, artinya kemajuan yang diraih dengan menyeimbangkan aspek Ketuhanan dan kemanusiaannya.
Secara tidak langsung kemajuan yang diinginkan oleh Muhammadiyah menjadi antitesis kemajuan yang dilakukan dan diraih oleh Barat, di mana kemajuan peradaban mereka diletakkan dasarnya di atas nilai-nilai humanisme sekuler.
“Kita tidak boleh menuju ke situ, apalagi Indonesia sebagai negara yang beragama, Pancasila, dan punya peradaban luhur bangsa. Tapi di dunia juga jangan biarkan sekularisme dan atheisme dan agnostisisme merusak tatanan.” Ucapnya.
Dalam pandangan Haedar hal itu diperlukan melalui gerakan internasionalisasi dakwah yang mencerahkan, mencerdaskan dan membangun peradaban. Dakwah internasional Muhammadiyah ingin menghadirkan Islam sebagai alternatif. Agama Islam harus menjadi pemicu dan mendorong kemajuan.
Hits: 113