MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Sebagai gerakan Islam modern terbesar di Indonesia, telah banyak sarjana yang mengupas sejarah kelahiran Muhammadiyah. Akan tetapi, masih cakupan pembahasannya masih didominasi sejarah Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi, gagasan pembaruan keagamaan, dan kiprah sosial di masyarakat. Kajian tentang elit Muhammadiyah ini biasa disebut dengan Sejarah Besar.
“Dalam penulisan sejarah Muhammadiyah banyak sekali yang menyoroti tentang sejarah timbulnya Muhammadiyah, biasanya siapa pendirinya, susunan anggotanya, kegiatannya seperti apa, gagasan keagamaanya bagaimana, dan lain-lain, namun belum menyentuh Sejarah Kecil atau tema-tema lain,” tutur Muhammad Yuanda Zara dalam Kongres Sejarawan Muhamadiyah di Aphitarium Universitas Ahmad Dahlan pada Sabtu (27/11).
Yuanda menyangkan bila penulisan sejarah Muhammadiyah yang begitu kompleks hanya terfokus pada aspek internal organisasi. Hal tersebut memberi kesan bahwa studi sejarah Muhammadiyah kurang terkoneksi dengan studi sejarah Indonesia, terutama yang menyangkut aspek sosial-budaya. Padahal banyak hal yang bisa dielaborasi, misalnya, tentang pengalaman ‘rakyat biasa’ di persyarikatan Muhammadiyah.
“Kalau kita perhatikan beberapa kajian tentang sejarah Muhammadiyah fokusnya hanya bicara soal dinamika internal organisasi. Jadi Muhammadiyah seakan terlepas dan terisolalsi dari perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia secara umum,” kata dosen Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta ini.
Sejarah mengajarkan bahwa ada banyak cara ‘menjadi Muhammadiyah’, dan cara-cara yang beragam itu patut untuk dikaji dengan mendalam. Pakar sejarah Indonesia ini memberikan contoh tentang peranan alat transportasi berupa sepeda dalam sejarah persyarikatan Muhammadiyah. Mulanya, sepeda hanya dipakai oleh kalangan terbatas. Namun, anak-anak muda Muhammadiyah sudah mulai mengenal sepeda sejak era 1920an. Menaiki sepeda adalah simbol modernitas di zamannya.
“Banyak sekali tema-tema yang ringan yang bisa kita angkat dalam penulisan sejarah Muhammadiyah. Misalnya, Muhammadiyah dan prangko, Muhammadiyah dan kereta api, Muhammadiyah sejarah perpustakaan atau Muhammadiyah dan sejarah remaja,” pungkas alumni Leiden University ini.