MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Guru Besar bidang Sejarah Islam UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Amelia Fauzia mengatakan bahwa gerakan wakaf tunai adalah gerakan yang berbasis kuat tidak saja dalam sejarah Islam tapi juga ajaran agama Islam, dan mendapat momentum di era digital sekarang ini.
“Wakaf tunai ini adalah bagian dari wakaf produktif yang menjadi salah satu solusi yang diharapkan untuk mendorong, memperkuat wakaf yang sudah ada,” katanya pada (12/2) dalam acara Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dalam sejarah Islam, praktik wakaf telah membantu untuk kesejahteraan masyarakat. Amelia menambahkan, wakaf bukan hanya diperuntukkan untuk membangun masjid, akan tetapi wakaf juga bisa dikomersilkan yang hasilnya bisa dimanfaatkan untuk membantu institusi keislaman seperti madrasah, panti asuhan, rumah sakit, dan lain sebagainya.
Wakaf ini juga menginspirasi adanya dana abadi. Ia menyebut, dalam wakaf ada tiga kekuatan yang menopangnya. Yang pertama adalah kesadaran untuk melakukan kebaikan dengan cara kesukarelawaan. Dengan adanya kesadaran tersebut praktik wakaf bisa berkembang dengan cepat.
“Saya kira menjadi memori kolektif bagi hampir setiap muslim tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia, hadis yang melekat begitu sangat kuat tentang amal jariyah. Pentingnya sedekah jariyah yang tidak saja mendorong solidaritas untuk membantu orang lain tapi juga untuk membangun peradaban,” urainya
Kekuatan kesadaran ini adalah kekuatan pada masyarakat madani, karena basisnya kesadaran bukan paksaan. Ia menekankan, bahwa kesadaran itu adalah kunci bagi masyarakat yang berkemajuan dan berkeadaban. Jadi tanpa perlu diwajibkan dan diberi ancaman, masyarakat sudah berbondong-bondong beramal jariyah.
Kekuatan kedua adalah wakaf itu memiliki instrument tata kelolah dan kelembagaan, yang sejak awal sejarahnya sudah tertata dengan baik. Dan kekuatan ketiga wakaf adalah inovasi atau ijtihad. Menurutnya, karena minim ayat-ayat yang menerangkan tentang wakaf, menjadikan unsur ijtihadi dalam wakaf begitu sangat kuat.
Selanjutnya adalah unsur kemanfaatan dari adanya wakaf. Dilihat dari perspektif sejarah, dapat dipetakan menjadi dua tipologi wakaf. Yang pertama adalah wakaf fasilitas publik, dan yang kedua adalah wakaf komersial atau yang lebih sering disebut sebagai wakaf produktif.
“Wakaf komersial itu luar biasa berkembang pesat di berbagai wilayah dunia Islam di abad 15 dan 16,” imbuhnya
Bahkan di Kairo, Mesir hampir 2/3 dari asset bisnis di sana adalah wakaf. Mulai dari perkebunan, pasar, toko, gudang, termasuk pabrik hampir semua itu adalah asset wakaf. Kemudian hasil dari bisnis itu manfaatnya diberikan untuk kesejahteraan. Ini adalah potenis yang luar biasa untuk diadopsi di masa modern, atau mungkin di Indonesia.