MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam istinbat hukum, Muhammadiyah menggunakan tiga pendekatan: bayani, burhani, dan irfani. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ruslan Fariadi dalam Sekolah Tarjih Internasional pada Sabtu (28/08) menegaskan bahwa ketiga pendekatan ini dilakukan secara spiral-triadik. Maksudnya, penggunaan ketiga pendekatan ini dimaksudkan untuk satu sama lain saling melengkapi.
Ruslan menerangkan bahwa pendekatan bayani adalah merespons permasalahan dengan titik tolak utama adalah teks-teks syariah yaitu al-Quran dan al-Sunnah. Hal ini biasanya banyak digunakan dalam memecahkan masalah-masalah terkait ibadah mahdah. Karena semangat dari pada ibadah mahdah adalah ittiba’, maka dalil bayani yang berpijak pada teks harus lebih dominan.
Misalnya tentang jumlah rakaat salat tarawih. Hadis yang tepat mengenai jumlah rakaat salat tarawih adalah jalur Aisyah yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat salat tarawih yang dilakukan Rasulullah Saw adalah 11 rakaat dengan witirnya, dikerjakan empat rakaat lalu salam tanpa tahiyyat awal, kemudian empat rakaat lalu salam, dan ditutup dengan salat witir tiga rakaat lalu salam.
Sementara itu, pendekatan burhani adalah merespons permasalahan dengan banyak menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan umum yang berkembang. Berbagai permasalahan sosial dan kemanusiaan yang timbul tidak hanya didekati dari sudut nas-nas syariah, tetapi juga didekati dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang relevan.
Menurut Ruslan, burhani sangat dibutuhkan untuk menjelaskan aspek-aspek ibadah yang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan zaman. Contohnya ijtihad mengenai penentuan awal bulan kamariah, khususnya bulan-bulan terkait ibadah, seperti Ramadan, Syawal atau Zulhijah. Dalam ijtihad Muhammadiyah untuk masalah ini banyak digunakan capaian-capaian mutakhir ilmu falak, sehingga untuk ini tidak lagi digunakan rukyat. Sedangkan pendekatan irfani adalah upaya meningkatkan kepekaan nurani dan ketajaman intuisi batin melalui pembersihan jiwa.
Menurut Ruslan, pendekatan ini secara metodologis dipraktekkan dengan lebih bertumpu pada instrumen pengalaman batin, dzauq, hati, wijdan, dan intuisi. Pendekatan ini dimaksudkan sebagai pengelolaan hati nurani dalam tindakan manusia. Contohnya dalam hukum Islam adalah berpakaian dan berpenampilan rapi, menutup aurat secara sempurna untuk memenuhi unsur kebaikan kepada Allah. Dalam Fatwa Tarjih contohnya kebolehan mengalihkan dana kurban dengan infak untuk membantu kepada mereka yang terkena dampak pandemi Covid-19.
“Dalam hukum Islam ada aspek transendental dan ada juga aspek moral. Karena itu, hukum Islam itu sejatinya menampilkan persoalan-persoalan ini secara integratif. Maka menjelaskan ayat Al Quran terhadap suatu persoalan dalam konteks kekinian tidak bisa menafikan kajian-kajian yang dilakukan ilmuwan dan lain sebagainya,” terang Ruslan.
Hits: 523