MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Sebagai gerakan tajdid dan ijtihad, Direktur Jenderal Pelayanan Haji dan Umroh Hilman Latief mendorong Muhammadiyah menawarkan gagasan-gagasan baru dalam menjawab tantangan global, terutama masalah krisis kemanusiaan. Baginya, krisis kemanusian merupakan sesuatu yang urgen di tengah dunia yang semakin menglobal.
“Krisis kemanusiaan terjadi di berbagai belahan dunia yang diakibatkan fenomena alam (natural calamities) maupun akibat ulah tangan manusia (man-made disasters),” ucap mantan Ketua LAZISMU ini dalam Seminar Pra Muktamar pada Senin (30/05).
Bentuk krisis kemanusiaan ini bisa beragam sehingga membutuhkan seperangkat sistem untuk dapat direspon. Hilman menyebutkan beberapa macam krisis kemanusiaan seperti kelaparan akibat gagal panen dan krisis pangan, konflik yang menyebabkan banyaknya korban berjatuhan, perubahan iklim baik banjir, badai dan udara panas, dan krisis keuangan akibat sanksi ekonomi maupun krisis moneter.
Muhammadiyah harus turun tangan lebih aktif lagi dalam mengatasi butir-butir krisis kemanusiaan di atas. Pasalnya, kata Hilman, dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua pada Muktamar ke-43 di Yogyakarta tahun 2010 disebutkan:
1) menekankan pentingnya dakwah dan tajdid harus dipahami sebagai upaya untuk memajukan manusia; 2) Islam dilihat sebagai agama yang memiliki gagasan maju yang selaras dengan masa depan peradaban; 3) Islam menjadi payung yang dapat melindungi kebhinekaan bangsa, ras, etnik, dan budaya; dan 4) “Kosmopolitan Islam”: Muhammadiyah berfungsi sebagai jembatan yang memfasilitasi dialog antara Islam dan Barat dan Kerjasama antar peradaban.
Menurut Hilman, prioritas isu krisis kemanusian yang dapat menjadi perhatian Muhammadiyah meliputi respon kebencanaan langsung, diplomasi kebencanaan akibat konflik, krisis kelaparan dan kelangkaan pangan, bantuan kepada pengungsi, dan diplomasi perdamaian dan pembangunan. Respon ini perlu didukung kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sumber finansial. Jika hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka Muhammadiyah telah sukses memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta.
“Peran Muhammadiyah dalam gerakan kemanusiaan global perlu dikaji ulang, disistematisasikan, serta dibuatkan blueprint sehingga operan yang dilakukan lebih terlihat, berdampak luas, serta tidak semata-mata gerakan parsial sporadis untuk kemanusiaan global,” terang Hilman.
Hilman menyarankan agar Persyarikatan menguatkan lembaga dalam Muhammadiyah yang berperan dalam memfungsikan peran diplomatik dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana internasional. Selain itu, harus mengoptimalkan peran Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam memfasilitasi peran-peran diplomasi perdamaian maupun kemanusiaan di tingkat internasional. Terakhir, mengoptimalkan ekosistem keuangan (filantropi) kemanusiaan Muhammadiyah melalui konsep dana abadi kemanusiaan.