MUHAMMADIYAH.OR.ID, SIDOARJO – Cara pandang dalam memahami konsep bencana di dalam Islam, sejatinya berpengaruh besar terhadap cara penanggulangan atau reaksi ketika kita menghadapinya.
Hal inilah yang kemudian diikhtiarkan oleh Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) untuk memasukkan kurikulum dan menerapkan program Satuan Pendidikan Aman Bencana bagi para siswa di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
“Cara pandang terhadap bencana mempengaruhi sikap dan respon kita terhadap bencana. Cara pandang yang keliru terhadap bencana akan mengakibatkan respon yang keliru dan mengakibatkan terjadinya bencana ganda,” ungkap Ketua MDMC Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Budi Setiawan.
Dalam Lokakarya dan Pelatihan MDMC di Sidoarjo, Sabtu (25/6), dirinya lantas memberi beberapa contoh kekeliruan itu. Misalnya menyebut bencana yang terjadi sebagai azab dengan mengaitkannya pada kejadian-kejadian kecil atau perbuatan masyarakat sebelum bencana itu datang.
Hal ini, kata dia merata terjadi di Indonesia yang secara demografis mayoritas muslim. Sehingga meluruskan pemahaman terhadap bencana itu perlu ditekankan lagi.
Selain untuk memudahkan penanganan bencana, lurusnya pemahaman ini juga diperlukan agar pemahaman umat tetap dalam lajur pedoman lima nilai tujuan syariat Islam (maqashid syariah), yaitu menjaga agama, nyawa, akal, keturunan, dan harta.
“Meski sudah ada Fikih Kebencanaan, tapi tetap perlu memperhatikan Maqashid Syariah. Sebab Kalau berhenti di fikih saja, maka tidak akan ada dampaknya karena tujuan Maqashid sendiri adalah mengubah cara pandang,” kata Budi.
Budi lalu menjelaskan perlunya umat memahami berbagai peristilahan dan perbedaan dimensi bencana di dalam Alquran secara benar, misalnya lewat istilah musibah, bala’, fitnah, hingga azab.
“Jadi bisa kita liat sama-sama bahwa musibah itu bisa positif bisa negatif, maka musibah itu netral. Perilaku manusialah yang menyebabkan rugi atau tidak,” jelasnya.
Penekanan terhadap program Satuan Pendidikan Aman Bencana sendiri kata Budi berisi pemahaman berjenjang terhadap definisi bencana, langkah-langkah mitigasi, hingga proses tanggap darurat. Berkaca pada Jepang, Indonesia kata dia masih perlu menguatkan aspek ini.
“Kalau kita semakin ngerti cara menanggulangi bencana, maka bencana semakin bisa kita tekan. Ini menjadi sangat penting sehingga memahami resiko bencana yang kita komunikasikan pada stake holder, sekolah, dan masyarakat di sekitarnya, maka komunikasinya akan sangat bagus sekali,” ujarnya.
“Sehingga ada perubahan sikap. Kalau saya ngerti bencana insyaallah saya tidak kena, kalau kita ngerti dan siap, insyaallah kita juga selamat,” kata Budi. (afn)
Hits: 12