MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Kematian merupakan sesuatu yang pasti, tetapi sekaligus juga mengandung unsur misteri. Makna dari kematian yang bersifat mendua ini memang unik. Namun justru karena inilah yang menjadikan dunia medis sekarang ini mengalami dilema terhadap pasien yang hendak menghadapi kematian (muhtadhar). Isu tentang mengakhiri hidup menimbulkan persoalan yang sukar dicari jalan keluarnya.
Sebenarnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012 melarang dokter membantu pasien yang tidak mungkin sembuh menurut medis untuk melakukan eutanasia. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga memasukkan hal itu sebagai tindak pidana. Sedangkan dalam perspektif syariah, kematian merupakan hak prerogatif Tuhan sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Mulk ayat 2. Selain itu, dalam QS. An-Nisa ayat 29 Allah melarang melakukan tindakan bunuh diri.
“Terminasi hidup dilarang menurut ketentuan syariah karena bertentangan dengan nilai-nilai dasar agama Islam, bertentangan dengan asas yang melarang membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali karena alasan yang hak dan bertentangan dengan hukum far’I syariah yang menyatakan larangan bunuh diri”, terang Syamsul Anwar dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (20/01).
Syamsul menjelaskan bahwa solusi menanggulangi persoalan terminasi hidup ini dapat ditekan dengan mengupayakan perawatan paliatif. Hal tersebut berdasarkan keumuman lafadz yang terkandung dalam teks QS. Al-Maidah ayat 2 tentang hakikat tolong menolong. Selain itu terdapat seruan dalam hadis yang menjelaskan tentang perintah menjenguk orang sakit.
Syamsul menerangkan bahwa perintah Rasulullah agar menjenguk orang sakit harus dibaca secara mafhum aula. Artinya, apabila suatu perbuatan baik yang kecil dihargai, tentu perbuatan baik yang lebih besar tentu akan lebih dihargai lagi. Sehingga penting untuk memaknai hadis menjenguk orang sakit tidak hanya sekadar menunjukkan empati sesaat. Tetapi lebih dari itu, bagaimana membangkitkan kesadaran perlunya memperhatikan dan memberi bantuan kepada orang sakit secara moril dan materiil.
Karena itulah, apabila ada pasien terlantar di sebuah rumah sakit Islam karena tidak mampu membayar administrasi, atau dibiarkan di ruang isolasi hingga menunggu ajalnya tanpa mendapatkan santunan psiko-sosial dan spiritual yang maksimal, maka kondisi ini sangat bertentangan dengan prinsip masyarakat perawat, penyantun, dan pembawa rahmat yang merupakan pesan etis utama Islam. (Ilham)