Fauzan Anwar Sandiah
Pada dekade 1980-an, di antaranya melalui ceramah-ceramah KH. AR Fachruddin, masyarakat mengenal bahwa tujuan dakwah Muhammadiyah adalah pengajaran Islam yang murni tanpa bercampur dengan bid’ah, tahayul, dan khurafat. Maka, Muhammadiyah kemudian dikenal semakin luas sebagai gerakan dakwah yang mengajak masyarakat untuk kembali ke ajaran inti Islam dan menjaga kemurnian agama Islam.
Bagaimana penjelasan “Islam yang murni” dan “menjaga kemurnian Islam”? Dua frasa semacam ini dengan segala variasinya dalam perjalanan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, telah menjadi ciri yang tak bisa disangkal sangat melekat bahkan hingga hari ini. Maka, menjadi sangat penting untuk mengenal konteks pewacanaan frasa-frasa ini.
Apa yang dimaksud Islam Murni?
Untuk menjelaskan apa yang dimaksud “Islam yang murni” atau “menjaga kemurnian Islam” maka perlu ditelusuri terlebih dahulu apa saja yang menyebab Islam menjadi “tidak murni”. KH. AR. Fachruddin dalam bukunya yang berjudul Muhammadiyah Menuju Masa Mendatang (1985) memuat beberapa kutipan yang dapat membantu kita memahami aspek kontestasi tekstual dari frasa ini, sebagai berikut:
- “[..] (Muhammadiyah) jelas bertujuan hendak menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam yang murni menurut Al-Qur’an dan hadits serta bermaksud membersihkan dari segala yang berupa bid’ah dan khurofat.”
- “Sifat Islam itu sendiri harus bergerak. Kalau ada ummat islam tiada bergerak, maka itu tanda-tanda kekurangan. Mungkin karena belum meresapnya Islam pada jiwa mereka. Mungkin pula ada hal-hal lain yang mencampuri Islamnya, sehingga Islamnya menjadi beku. Tetapi apabila Islam yang benar-benar, pasti bergerak. Bergerak yang manfaat dan tiada mencelakakan masyarakat bahkan membahagiakan.”
- “[..] yang dimaksud tajdid, ialah mengembalikan Islam kepada sumber hukum yang sebenar-benarnya ialah ajaran-ajaran Allah, wahyu-wahyu Allah yang tersebut di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab Allah, wahyu dari Allah. Bukan karangan manusia. Bukan karangan Muhammad. Tetapi benar-benar wahyu dari Allah. Karena itu diyakini kebenarannya.”
- “[..] Islam yang sebenar-benarnya menurut sumber yang asli murninya, jauh dari laku-laku bid’ah, baik bid’ah hasanah ataupun bid’ah sayyiah, takhayul dan khurofat serta tanpa dicampur adukkan dengan fikiran-fikiran manusia, terutama dibersihkan dari nafsu-nafsu keinginan interest manusia masing-masing dan diterangkan dengan sebaik-baiknya, dengan kebijaksanaan yang sesempurna mungkin, dan kemudian yang menerimanya itupun dengan membersihkan dirinya dari interest-interest yang ada [..]”
- “Memahami agama Islam [..] memahami Al-Qur’an, mau memahami Al-Hadits yang sahih, memahami sunnah-sunnah Rasulullah, memahami sedalam-dalamnya dengan mempergunakan akal pikiran yang sehat, sesuai dengan jiwa agama Islam itu sendiri.”
- “Agama Islam itu [..] dipedomani dan untuk dida’wahkan dengan cara-cara yang melihat situasi dan kondisi.”
- “[..] Para warga, terutama para pemimpinnya wajib benar-benar beragama. Beragama, bukan hanya ahli agama, tetapi benar-benar melakukan agama. beragamapun, beragama Islam yang benar, bukan yang campur bid’ah, yang gugon tuhon, yang campur dengan adat-adat animisme dan lain-lain. […]”
Sebagian kutipan-kutipan yang disarikan dari KH. AR Fakhruddin di atas dapat membantu kita merekonstruksi filsafat dakwah Muhammadiyah, sebagai berikut:
- “Islam yang murni” itu adalah ajaran Islam bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan sunnah-sunnah;
- Islam harus sesuai dengan “sumber yang asli dan murni”, tidak bercampur atau dapat dibedakan dari interpretasi manusia yang temporal atau dapat dipisahkan dari kebiasaan, ide-budaya, (disebut “pikiran-pikiran manusia”), dan kepentingan-kepentingan manusia atau kelompok/golongan tertentu.
- Dalam menyampaikan Islam, maka harus bebas dari kepentingan pribadi. Maka, harus berlandas pada akal pikiran yang sehat sesuai dengan tuntunan “jiwa Islam” (sekarang disebut “spirit Islam”, misalnya kesamaan derajat manusia atau egaliterian)
- “Islam yang murni” dan “sebenar-benarnya” adalah Islam yang bergerak yang menebarkan manfaat dan tidak malah mencelakakan;
- Meski ada “Islam yang murni”, dalam penyampaian atau strategi dakwah harus memperhatikan situasi dan kondisi;
- “Islam yang murni” adalah ajaran yang tidak bercampur dengan pandangan yang menduakan Tuhan, karena ini terkait dengan prinsip monisme di sangat mendasar dalam dalam Islam.
Hits: 4728