Korban bencana atau penyintas memiliki hak untuk mendapatkan bantuan yang layak. Standar kelayakan bantuan disandarkan pada hak asasi manusia. Bantuan kepada korban bencana diberikan bukan karena rasa kasihan, namun karena itu merupakan kewajiban bagi mereka yang memiliki sumberdaya kepada mereka yang kekurangan. Akan tetapi bantuan tidak boleh menjadikan penyitas ketergantungan, akan tetapi harus menghidupkan (ma yuhyikum) seperti ditegaskan dalam Al Quran surat Al-Anfal ayat 24.
Al-Qur’an banyak menunjukkan cara membantu orang yang membutuhkan, diantaranya memberi perlindungan, memperhatikan masa depan, berlaku adil, mengurusi kebutuhanya, memberi santunan, tidak berlaku kasar, dan mengelola bantuan dengan baik. Sebagai contoh dalam surat Al-Ma’un yang menjadi inspirasi gerakan amal di Muhammadiyah.
Secara terperinci hak korban bencana yang harus dipenuhi oleh mereka yang memiliki kemampuan meliputi hak kelola resiko, hak kelola kerentanan, bantuan darurat, hak rehabilitasi dan rekonstruksi, hak melaksanakan sistem penanggulangan, dan hak tangguh.
A. Hak Kelola Resiko
Resiko adalah potensi kerugian yang timbul akibat bencana. Sedangkan, pengelolaan resiko merupakan usaha untuk mengurangi resiko yang mungkin timbul. Menjadi hak dari korban bencana untuk mengelola resiko dengan kemampuan dan kerjasama antar pihak dalam pengelolaan melalui komunikasi, konsultasi, monitoring serta evaluasi. Komponen hak kelola resiko antara lain :
- Penentuan Konteks
Setiap tempat bencana memiliki faktor sumber dan proses kejadian yang berbeda-beda. Menjadi hak penyintas untuk memiliki kemampuan mengetahui bencana apa yang dihadapi dan kapasitas masyarakat menghadapi bencana. Dalam hal ini yang dijunjung adalah kebaikan bersama dan tidak boleh keburukan. Allah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ العِقَابِ (أية 2 من سورة المائدة)
Artinya: “Bekerjasamalah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu bekerjasama dalam dosa dan permusuhan”.(QSAl-Maidah:2).
- Identifikasi Resiko
Menjadi hak selanjutnya bagi korban bencana untuk mendapatkan identifikasi resiko. Bentuk identifikasi yang diberikan merupakan analisa kerentanan dan ancaman. Sumber identifikasi bisa bersumber dari potensi dengan ilmu kebencanaan dan riwayat bencana terdahulu. Allah berfirman,
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لَّأُوْلىِ الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيْثاً يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَ تَفصِيْلَ لِكُلَّ شَيْئٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (أية 111 من سورة يوسف)
Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang berakal …” (QS Yusuf:111).
- Analisis Resiko
Setelah teridentifikasi resiko dalam masyarakat korban, menjadi hak korban untuk mendapat analisa resiko. Buah dari analisa resiko adalah evaluasi terhadap kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Analisa ini kemudian harus dibarengi dengan peningkatan optimisme dan prasangka baik kepada Allah dalam diri masyarakat dalam menghadapi ujian. Allah berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ مِنَ الْخَوْفِ والْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَنْفُسِ وَالثَّمَرَات وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (أية 155 من سورة البقرة)
Artinya: “Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar” (QS Al-Baqarah:155).
- Evaluasi Resiko
Evaluasi resiko adalah hak penyitas selanjutnya, berupa pemberian status resiko dan strategi penanggulangan terbaik. Evaluasi resiko didasarkan dari pengukuran-pengukuran yang telah menjadi hak penyitas sebelumnya.
- Penanganan Resiko
Setelah didapati evaluasi resiko, penyitas berhak untuk memilih tindakan dan rencana apa yang akan diambil untuk menanggulangi bencana yang ia rasakan. Perencanaan merupakan hal yang diajarkan dalam Islam, Allah berfirman memerintahkan manusia untuk memperhatikan apa yang ia kerjakan bagi masa depan seperti yang terdapat dalam surat Al-Hasyr ayat 18.
B. Hak Kelola Kerentanan
Parah tidaknya kerugian yang dialami penyintas tergantung dari tingkat kerentanan yang dimilikinya. Kerentanan menurut UNISDR (Lembaga dibawah PBB yang menangani pengurangan resiko bencana) adalah karakteristik dan sebuah komunitas, sistem atau aset yang membuatnya cencerung lebih merasakan dampak suatu bahaya. Bila seseorang atau masyarakat dapat mengelola kerentananya bisa mengurangi resiko menjadi korban atau mengurangi tingkat keparahannya.
Beberapa jenis kerentanan yang dialami masyarakat antara lain:
- Kerentanan Penyebab yang Mendasari
Sumber dari kerentanan ini adalah kemiskinan, susahnya mengakses sumberdaya, ideologi dan sistem ekonomi.
Kemiskinan menimbulkan banyak kerentanan mulai dari fisik kekurangan gizi, ketidakmampuan mengakses pendidikan dan kesehatan, serta tidak mampu menolong diri sendiri saat tertimpa bahaya.
Ideologi tertutup dan menganggap ilmu pengetahuan tidak penting dapat menjadi sumber kerentanan, Karena menyebabkan ketidaktahuan mengenai apa yang harus dilakukan ketika mendapat bencana.
Sistem ekonomi yang zalim dan tidak berpihak kepada masyarakat juga menjadi sumber kerentanan. Sistem ekonomi yang zalim melanggengkan kemiskinan dan kebodohan. Secara langsung menciptakan kerentanan.
Allah berfirman,
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُوا عَلَيْهِم فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُوْلوْا قَوْلاً سَدِيْداً (أية 9 من سورة النساء)
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakangnya generasi yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka.oleh karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar” (QS An-Nisa’:9).
- Kerentanan Tekanan Dinamis
Sumber kerentanan ini adalah hal-hal yang dapat berubah tergantung kepada keberfungsian individu di dalam masyarakat tersbut berupa; kualitas sumberdaya manusia, kekuatan institusi lokal dan kebebasan pers.
Kualitas sumberdaya manusia meliputi pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan dan ketrampilan sangat dibutuhkan dalam menghadapi bencana. Semakin berpengetahuan dan trampil suatu masyarakat dalam menghadapi bencana tingkat kerentananya akan berkurang.
Kekuatan institusi atau lembaga lokal menjadi kekuatan dalam menghadapi bencana. Institusi lokal yang kuat akan membentuk solidaritas yang kuat dan mempermudah jalanya penanggulangan bencana, begitu pula sebaliknya.
Kebebasan pers menentukan baik buruknya kualitas informasi kebencanaan. Dengan arus informasi yang baik dan sehat akan berguna dalam penanggulangan bencana seperti untuk pengumpulan donasi bencana, dsb.
- Kerentanan Rasa Aman
Kerentanan ini bersumber dari luar masyarakat yakni lingkungan sekitar, dapat berupa alam dan lingkungan ekonomi. Lingkungan sekitar menyimpan potensi bencana secara alami maupun karena ulah manusia. Allah berfirman,
ظَهَرَ الفَسَادُ فِي البَرِّ وَ البَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسَ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِى عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (أية 41 من سورة الروم)
Artinya: “Telah tampak kerusakan di bumi dan laut karena ulah tangan manusia, dan Allah memberinya ganjaran dari sebagian perbuatan mereka agar mereka kembali” (QS Ar-Rum:41).
Kerentanan ini dapat diatasi dengan permudahan akses kepada kebijakan untuk membuat kebijakan yang mengamankan masyarakat dari bencana.
C. Hak Bantuan Darurat
Bencana mengakibatkan kerugian yang menyebabkan korban tidak dapat memenuhi kebutuhanya sendiri. Oleh karenanya pada saat itu bantuan darurat harus dilakukan. Bantuan darurat meliputi; penyelamatan manusia dan harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan) darurat, perlindungan dan pemulihan sarana-prasarana.
Bantuan darurat harus pula memenuhi hak penyitas sebagaimana berikut:
- Hak hidup bermartabat
Hak ini meliputi; hidup layak, bebas, sejahtera fisik dan ruhani sesuai kebutuhan dan proporsinya.
2. Hak mendapat bantuan kemanusiaan
Hak ini meliputi; bantuan obat-obatan, sandang, pangan, papan, dsb.
3. Hak mendapatkan perlindungan dan keamanan
Hak ini meliputi; keamanan fisik dan psikis
Dalam proses pemenuhan hak penyitas penyedia layanan kemanusiaan wajib untuk memenuhi standar minimum kelayakan. Selain itu penyedia layanan kemanusiaan wajib untuk:
- Berpusat pada kapasitas dan strategi bertahan hidup secara bermartabat, khususnya bagi kelompok rentan
- Berkoordinasi dengan pemerintah, lsm, dan institusi yang terlibat dalam pemenuhan hak penyitas
- Mengidentifikasi prioritas kebutuhan dari awal sampai selesai tanggap darurat melalui perhitungan yang rinci dan dapat dipertanggungjawabkan
- Bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan penyitas dan operasional
- Diawasi dan dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan agar dapat dievaluasi
- Menyatakan komitmen, rencana dan cara pelaksanaan pemenuhan hak
- Mengelola sumberdaya yang tepat
- Memastikan kemampuan petugasnya tepat dan efisien
- Memastikan akses informasi terbuka
- Mendengarkan dan mempertimbangkan saran dari masyarakat
- Membuka tempat keluhan dan menerima tanggapan/komplain
- Tidak menahan bantuan kepada yang membutuhkan.
D. Hak Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Hak rehabilitasi adalah hak pemulihan dari kondisi bencana menuju kondisi normal kembali bahkan lebih beik lagi jika memungkinkan. Sedangkan rekonstruksi adalah pembangunan kembali sarana-prasarana yang ada untuk menunjang kehidupan penyitas kembali. Cakupan hak ini diatur dalam UU Penanggulangan bencana meliputi:
- Perbaikan lingkungan daerah bencana
- Perbaikan sarana prasarana umum
- Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
- Pemulihan psikologi sosial
- Pelayanan kesehatan
- Penyelesaian konflik
- Pemulihan sosial, ekonomi, politik dan budaya
- Pemulihan kemanan dan ketertiban
- Pemulihan fungsi pemerintahan
- Pemulihan layanan publik
Selain itu, diperlukan juga pemenuhan kebutuhan khusus kelompok rentan seperti wanita, anak-anak, difabel dan lansia. Kelompok ini memiliki kebutuhan khusus seperti obat-obatan khusus, fasilitas sanitasi khusus, fasilitas bermain, dsb. Kebutuhan ini seringkali diabaikan karena berbagai hal.
E. Hak Melaksanakan Sistem Penanggulangan
Penanggulagan bencana adalah kegiatan yang membutuhkan ikut campur banyak pihak (multi-stakeholder), termasuk dari pihak yang paling dirugikan yakni korban atau penyitas. Penyitas memiliki hak untuk mengetahui dan berpartisipasi dalam proses penanggulangan bencana karena menyangkut dengan hidupnya sendiri. Karena dilakukan oleh banyak pihak harus penanggulangan bencana lebih baik dilakukan dengan prinsip-prinsip Islami yang menjamin keadilan, tata kelola yang baik, menjaga dari penyalahgunaan wewenang dan korupsi.
Pelaksanaanya sistem penanggulangan memiliki lima elemen yakni; legislasi (pembuatan aturan hukum dan anggaran), pendanaan, kelembagaan, perencanaan dan mekanisme. Indonesia telah memiliki peraturan untuk memberikan standar penanggulangan bencana seperti UU Penanggulangan Bencana.
F. Hak Tangguh
Masyarakat penyintas maupun pihak-pihak yang berpotensi menjadi korban bencana berhak untuk menjadi tangguh bencana sebagai puncak dari ketercapaian hak-hak sebelumnya. Hak tangguh mencakup; kapasitas penanggulangan bencana, layanan sosial dan administrasi kebencanaan, kesehatan, pendidikan, keamanan, perlindungan aset, dll.
Bagi organisasi dakwah seperti Muhammadiyah memiliki kepentingan untuk menjadikan masyarakat yang tangguh. Masyarakat yang tangguh dapat menjaga diri dari bencana, menekan resiko bencana di sekitarnya serta menjaga hasil dakwah dan agamanya. Maka sepatutnya organisasi dakwah juga memperhatikan masalah di bidang kesehatan, pendidikan, kemiskinan, penguatan sistem sosial, dll. Hal ini bertujuan agar ketika terjadi bencana tidak ada kerugian aqidah yang juga mungkin terjadi selain korban fisik dan sosial.(sul)
Sumber: Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 halaman 653-670 dengan penyesuaian