MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANTUL—Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 208 terdapat perintah bagi seorang muslim untuk berislam secara kaffah atau secara menyeluruh. Namun makna secara menyeluruh jangan dimaknai secara artificial atau simbolik saja.
Berislam secara kaffah bukan berarti hanya mengenakan jubah sebagai busanah, makan kurma, atau tampilan-tampilan simbolis lainnya. Tetapi berislam secara kaffah juga harus secara substantif, yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam atau rahmatan lil alamin.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir semangat kembali pada ajaran Agama Islam seperti yang ramai dilakukan oleh para pesohor harus diapresiasi, tetapi kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah itu bukan hanya luarnya saja, tapi juga isinya.
Guru Besar Sosiologi melihat, semangat kembali pada simbol-simbol Islam saat ini terjadi dengan sangat luar biasa. Namun dirinya mengingatkan untuk seksama. Menurutnya semangat tersebut bagus, tapi Islam bukan hanya simbol – verbal, tapi pada isi Islam rahmatan lil alamin.
“Tetapi lebih dari itu, Muhammadiyah memahami Islam bukan hanya simbol, bukan hanya verbal, bukan hanya luarnya saja. Tapi harus pada isi dan Islam itu harus menjadi rahmatan lil alamin.” Ungkapnya pada, Ahad (18/12) di PDM Bantul.
Bahkan, imbuhnya, saking inginnya kembali kepada simbol-simbol Islam, tidak sedikit umat Islam di Indonesia meng-Arab-kan banyak hal. Hal itu ia temukan pada perdebatan pada ungkapan harian seperti kata inysaallah, padahal kata ini sudah ada serapan dalam KBBI.
“Nulisnya biasa aja, insyaallah. Sekarang jadi rumit, Insyha Allah. Padahal ditulis dalam ejaan Bahasa Indonesia, dan kalau kita menyebut inysaallah itu dianggap keliru.” Seloroh Haedar Nashir.
Menurutnya, istilah-istilah tersebut jika sudah ada dalam serapan Bahasa Indonesia tidak perlu lagi untuk diperdebatkan dan dibuat rumit. Termasuk menggunakan kata Subhanallah untuk mengungkapkan ketakjuban atas ciptaan Allah juga dianggap salah.
“Padahal di Al Qur’an itu, Subhanallah itu juga untuk ketakjuban kita.” Ucap Haedar mengutip beberapa ayat tentang peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Kepada Warga Persyarikatan Muhammadiyah, Haedar berpesan untuk tidak sembarangan mengikuti ustaz-ustaz populer yang mater-materi ceramahnya hanya merujuk pada Google. Menurutnya agar tidak terjadi penyempitan beragama, diperlukan kehadiran Muhammadiyah-‘Aisyiyah.