MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Islam menurut pandangan Muhammadiyah adalah agama yang diturunkan sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad sebagai agama sempurna dan berlaku sepanjang masa.
Panduan utama di dalam Islam sesuai pengertian Muhammadiyah adalah syariat Allah di dalam Alquran dan As Sunnah yang ditopang dengan akal pikiran.
Menurut Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Miftahulhaq, Kiai Ahmad Dahlan mengajarkan bahwa akal pikiran adalah instrumen beragama yang penting untuk menerjemahkan syariat.
“Dalam keyakinan Muhammadiyah, sumber pokok itu ditopang dengan akal pikiran. Jadi akal sebagai potensi yang dianugerahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala itu adalah alat untuk mengungkap kebenaran dan mengetahui makna yang tercakup dalam Alquran dan As Sunnah,” kata Miftahulhaq.
“Dengan demikian, potensi akal ini patut untuk terus kita optimalisasikan. Sehingga betul-betul mampu berfungsi mengungkap setiap kebenaran yang ada dalam Alquran maupun As Sunah,” imbuhnya.
Dalam pengajian Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Sabtu (18/9) Miftahul menjelakan bahwa Allah menjadikan akal sebagai kelebihan manusia dibandingkan dengan ciptaan-Nya yang lain sebagaimana terangkum dalam ayat 31 Surat Al-Baqarah.
Kiai Ahmad Dahlan sendiri menurut Miftahulhaq juga menjelaskan tentang pentingnya beragama dengan akal yang sehat didampingi dengan hati yang bersih.
“Apa akal yang sehat? Kiai Ahmad Dahlan mengatakan akal yang sehat adalah akal yang dapat memilih segala hal dengan cermat dan pertimbangan, kemudian memegang teguh hasil pilihannya tersebut,” tutur Miftahulhaq.
Sebaliknya, sesuai penjelasan di atas maka akal yang tidak sehat menurut Miftahulhaq adalah akal yang tidak didampingi oleh hati yang bersih.
“Ketika hati kotor, hilanglah kecermatan dan pertimbangan itu, maka ada kata-kata bijak kalau marah jangan ambil keputusan karena marah itu adalah bagian dari hati yang kotor. Sementara keputusan itu memerlukan kecermatan dan pertimbangan,” ujarnya.
“Karena itu kesucian hati itu harus kita jaga untuk menghindarkan dari bahaya akal yang dimiliki manusia. Dan dasar dari hati yang suci itu adalah tidak suka keluhuran dunia. Berarti hubbud dunia (cinta dunia) itu adalah sesuatu yang bisa merusak dan mengotori hati. Orientasi yang salah terhadap kehidupan itu juga bisa merusak hati,” tutupnya.