MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Bertempat di Aula KH. Ahmad Dahlan Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta Pusat, Keluarga besar Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta menyelenggarakan Silaturahim Idulfitri 1444 H, Rabu (3/5).
Silaturahim ini dihadiri tokoh teras PP Muhammadiyah dan PP ‘Aisyiyah, termasuk Majelis, Lembaga, Ortom tingkat pusat beserta Rektor dan pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah di Jabodetabek.
Selain itu, hadir keluarga pahlawan nasional Ir. Djuanda, cucu KH. Ahmad Dahlan yakni Ibu Zubaidah, Menko PMK RI Muhadjir Effendy, Wamen ATR RI Raja Juli Antoni, Ketua KY Prof Mukti, Ketua Lembaga Sensor Film Romi, Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki, PWM DKI Jakarta, PWM Jabar, dan PWM Banten.
“Izinkan saya pada kesempatan ini, atas nama pribadi dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mewakili bapak-bapak di Muhammadiyah, mengucapkan taqaballlahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin,” ucap Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti membuka acara.
Kepada hadirin, Mu’ti mengatakan bahwa halalbihal ini adalah tradisi yang sudah dipopulerkan oleh Muhammadiyah sejak 1924, jauh sebelum versi sejarah yang menyatakan halalbihalal pertama kali muncul pada era Presiden Sukarno tahun 1948.
Konsolidasi Pemikiran dan Intelektual
Selanjutnya Mu’ti menyampaikan bahwa silaturahim ini merupakan momen tepat untuk merajut kembali konsolidasi, persatuan dan ukhuwah di internal Persyarikatan. Apalagi Muhammadiyah mengalami serangkaian cobaan dalam mengamalkan manhaj-nya pada perayaan Ramadan 1444 H.
“Tahun ini memang dinamis, sepanjang pengalaman saya di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, baru tahun ini kita mengalami ketegangan yang lumayan tinggi,” ujar Mu’ti.
Ketegangan yang dimaksud adalah buah dari perdebatan soal ijtihad hisab/rukyat yang akhirnya munculnya penolakan izin Salat Id Muhammadiyah oleh beberapa walikota hingga pembentukan narasi bahwa Muhammadiyah tidak taat pemerintah.
“Kita diuji kesabarannya, tapi alhamdulillah kita masih sabar menanggapinya, masih on the track dan mengutamakan akhlak dalam menghadapi ikhtilaf,” ujarnya.
Selain itu, Ramadan tahun ini kata Mu’ti turut menguji soliditas warga Muhammadiyah. Menurut Mu’ti ada upaya untuk menggiring opini bahwa metode hisab tidak lebih ilmiah daripada metode rukyat.
“Ada opini yang terus digiring bahwa menggunakan hisab itu tidak ilmiah, bahwa menggunakan teropong itulah yang ilmiah. Ya sejak kapan ilmu itu dibatasi dengan teropong? Kalau (logika) ilmunya teropong, matematika pun jadi tidak ilmiah, karena tidak pakai teropong. Nah ada opini yang terus digiring seperti itu, dan pada posisi inilah konsolidasi pemikiran dan konsolidasi para intelektual Muhammadiyah itu perlu kita perkuat,” kata dia.
Di sisi lain, keluarnya tulisan Buya Hamka berjudul ‘Saya Kembali ke Rukyah’, kata dia adalah contoh menggoyahkan paham warga Muhammadiyah. Padahal, Buya Hamka sendiri jika dibaca secara utuh dalam beberapa karyanya, termasuk Tafsir Al-Azhar lebih mengutamakan hisab.
“Karena tidak membaca secara utuh, maka lahirlah pemahaman yang tidak utuh,” kritiknya.
Atas berbagai dinamika di atas, Mu’ti bersyukur warga Muhammadiyah semakin solid. Fenomena di atas menurutnya juga perlu dijadikan pemicu bagi Persyarikatan untuk giat melakukan kajian-kajian historis, penguatan manhaj di internal Persyarikatan hingga sosialisasinya ke ruang publik.
“Dan sekali lagi ini bukan soal Muhammadiyah ngeyel dan yang penting berbeda. Jadi Muhammadiyah tidak ingin menjadi kelompok yang indifferent, yang penting berbeda, tapi ini persoalan manhaj yang menyangkut keyakinan dan bagaimana Muhammadiyah konsisten menghormati perbedaan,” tegasnya.
Bangun Semangat Baru
Pasca Ramadan 1444 H, Mu’ti berharap warga Persyarikatan semakin solid dalam bergerak meneruskan amar makruf nahi munkar dan tajdid.
“Saya berharap setelah acara silaturahim Idulfitri ini kita kembali dengan new spirit, semangat baru sebagai new human being setelah kembali ke fitrah kita sebagai makhluk Allah yang mulia, fitrah kita sebagai makhluk Allah yang bersih dari segala dosa dan ke depan segala kesalahan di masa lalu tidak kita ulangi karena kita berusaha lebih arif lagi dan lebih baik lagi dengan mengamalkan wa lam yusirru ala ma fa’alu wa hum ya’lamun,” pesan Mu’ti mengutip Surat Ali Imran ayat 135.
Sebelum menutup sambutannya Abdul Mu’ti menyampaikan dua buah pantun yang disambut hangat hadirin yang hadir.
Anak santri belajar mengaji,
melafazkan huruf hijaiyah.
Idulfitri hari nan suci,
mohon maaf khilaf dan salah.
Indonesia raya negeri maritim,
nusa terbentang anugerah robi,
siapa suka bersilaturahim,
usia panjang berlimpah rejeki
Acara silaturrahim kemudian dilanjutkan dengan tausyiah Idul Fitri oleh Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Dr. H. Suparto, M.Ag. (afn)
Hits: 2655