MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG – Kesempatan merayakan Hari Raya Idulfitri dan telah menyalurkan Zakat Fitri, merupakan simbol atau tanda proses penyucian atau simbolisasi muslim kembali pada suci.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang juga Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy pada Selasa (16/4) dalam Halal Bihalal Keluarga Besar Sivitas Akademika UMM.
Terkait dengan jumlah zakat yang berupa makanan pokok sebanyak 2,5 kg, Muhadjir menyebutkan itu batas bawah, sehingga jika mengeluarkan zakat lebih dari jumlah 2,5 kg tentu sangat diperbolehkan.
Secara simbolis Muhadjir menyebut, penunaian Zakat Fitrah ini sebagai bentuk penghargaan seorang muslim terhadap dirinya sendiri. Maka semakin banyak dia mengeluarkan Zakat Fitrah, berarti semakin tinggi dia menghargai dirinya.
“Sebelum orang lain menghargai diri kita, atau sebelum orang lain kita minta untuk menghargai diri kita, maka hargailah diri kita sendiri terutama di hadapan Allah SWT,” kata Muhadjir.
“Jadi kalau kita itu berderma, berderma itu sebenarnya termasuk di dalamnya adalah zakat itu tidak boleh pelit, tapi juga tidak boleh boros. Tetapi di antara dua itu, di antara pelit dan boros,” imbuhnya.
Menurutnya, dalam menjalankan perintah berzakat diperlukan manajemen keuangan atau ekonomi di sebuah keluarga. Sehingga antara kebutuhan keluarga dengan anggaran sosial dan keagamaan bisa diperhitungkan dengan baik dan proporsional.
Konsep zakat dalam Ajaran Islam tidak ada hanya untuk membersihkan diri, tetapi juga ada zakat sebagai alat membersihkan harta atau yang sering disebut dengan Zakat Mal. Zakat Mal ini untuk membersihkan harta dari yang haram-haram.
Lebih-lebih di masa sekarang yang menurut Muhadjir amat sulit untuk menghindari riba, meski sudah sangat berhati-hati, tapi harta dari seorang muslim masih dikhawatirkan berasal dari riba, oleh karena itu penting untuk menunaikan Zakat Mal.
“Karena itulah Zakat Mal itu adalah cara untuk membersihkan itu. Di dalam Al Qur’an itu juga berkali-kali disebutkan bahwa riba itu sering disandingkan dengan jual beli,” katanya.