MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Perubahan/pegeseran besar yang dilakukan oleh Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (IPM) menurut Haedar Nashir mesti berpijak pada bumi-realitas ketika dan di mana berada agar tidak melambung tinggi di angkasa raya.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah ini pada Pelantikan PP IPM Periode 2021-2023, Senin (30/8).
Mengangkat tema “The Great Shifting: Mencari Platform Gerakan Pelajar di Era New Normal” yang diselengarakan secara daring.
Dunia IPM adalah dunia pelajar yang sedang tumbuh dan mekar menjadi insan yang dewasa dan terus belajar menuju pada pendewasaan yang terus menurus. Oleh karena itu Haedar meminta kepada IPM untuk membangun dan menciptakan ruang untuk belajar dalam konstruksi kepelajaran.
Secara khusus ia meminta kepada IPM untuk mengaktualisasi dan mentransformasikan The Great Shifting dalam isu besar yang akan ditempuh oleh IPM kedepan dalam realitas Gerakan IPM di dunia pelajar Indonesia. Menurutnya, IPM harus mampu menghadirkan program yang melahirkan perubahan bagi dunia pelajar.
“Kalau dalam teori the great shifting itu yang dominan ekonomi dan IPTEK itu maka bagaimana kita mencoba menerjemahkannya dalam realitas kehidupan yang multiaspek,” pinta Haedar.
Penerjemahan yang multiaspek menurutnya memerlukan perubahan dari dalam alam pikiran (Shifting Paradigm) Pelajar Muhammadiyah. Haedar menjelaskan, jika The Great Shifting diperas maka akan ditemukan nilai kegunaan (Utility), dan nilai yang serba instrumental.
Maka sebelum lebih jauh sampai pada mengetahui bagaimana cara belajar, menurut Haedar Pelajar Muhammadiyah baiknya mengetahui terlebih dahulu apa itu yang dipelajari.
Sementara, dalam konteks ‘pegeseran’, supaya Ikatan Pelajar Muhammadiyah tidak ahistoris maka dalam pergerakannya harus disertai dengan usaha yang memiliki sisi berkelanjutan.
Haedar menyebut, supaya tidak terjadi ahistoris dan discontinue, Pelajar Muhammadiyah harus menyambungnya dengan semangat ‘Iqra (membaca). Di mana membaca adalah tradisi yang memiliki akar kuat dalam IPM sebagai organisasi pelajar yang berbasis keilmuan.
Menurutnya, nun wal qalami wa ma yasturun sebagai simbol substansi dan slogan IPM dalam beberapa tafsir disebutkan bahwa, pengalan surat Al Qalam ini erat kaitannya dengan Al Alaq ayat 1, tetang perintah membaca. Serta, tradisi membaca yang dimiliki IPM tidak bisa dilepaskan dari dimenasi ilahiah/Ketuhanan maupun prophetic/kenabian.
“Nah, untuk paham ‘iqra saja bukan sekadar ‘iqra makna membaca secara tekstual tadi, tetapi juga membaca secara keseluruhan. Membaca secara literal, kontekstual, membaca secara hakiki, membaca qur’an, membaca ayat-ayat kauniah, dan seterusnya,” ungkapnya.