MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Masjid merupakan pusat pelaksanaan ibadah kepada Allah. Pada zaman Rasulullah, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, melainkan juga konsultasi, santunan sosial, sarana pendidikan. Sehingga fungsinya tidak hanya sebagai hablu min Allah tetapi juga wiqayah ala al-nas.
“Masjid harus menjadi titik pangkal kita sebagai pondasi untuk membangun ketakwaan yang utuh dan komprehensif, baik takwa dalam makna kita semakin kuat dalam hablu min Allah maupun takwa wiqayah ala al-nas, makin memperkuat hubungan dengan sesama manusia, bahkan lingkungan kehidupan kita berada,” kata Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam sambutan peresmian dan pembangunan kembali Masjid Al Mustaqim Mantrijeron pada Jumat (02/04).
Saat berada dalam masjid, ungkap Haedar, takwa bukan hanya dimensi ilahiyyah semata atau merasa dekat dengan Allah, dan tempat melakukan intropeksi diri yang terasing dari dunia luar, melainkan juga harus terpancar nilai-nilai kesalehan dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi pusat pencerahan hati, alam pikiran, sikap, dan semesta.
Masjid sebagai tanwir al-qulub (pencerahan hati), kata Haedar, senantiasa mengontrol intuisi jiwa orang beriman agar selalu berhamba kepada Allah secara murni. Dalam kondisi pandemi, misalnya, Haedar memaknai musibah yang telah terjadi ini sebagai takdir yang senantiasa menguji keteguhan hati orang beriman.
“Maka tinggal seberapa jauh hati kita mengimani musibah itu dengan cara yang konstruktif dan positif. Bagi yang terkena musibah Covid-19, jadikan itu sebagai penempaan agar jadi pribadi yang semakin baik. Bagi yang tidak kena (musibah), jangan riya dan jangan takabur. Musibah tidak ada kaitannya ditimpakkan kepada mereka yang lebih suci atau sebaliknya,” tutur Haedar.
Musibah dalam bentuk apapun merupakan cobaan kaum beriman agar hatinya tidak goyah kepada Allah, serta cara Rabb semesta alam ini untuk mengukur seberapa besar usaha dan ikhtiar umat manusia dalam menanggulangi musibah tersebut. Allah tidak menginginkan hamba-Nya mati dalam kebinasaan.
“Jadi kalau ada orang yang meninggal karena sakit atau tidak, itu tidak ada kaitannya dengan kesucian dan kebersihan orang itu secara ruhani. Inilah yang sejatinya makna tanwir al-qulub atau mencerahkan hati,” terang Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.
Karenanya bagi Haedar, semakin memakmurkan masjid, umat Islam harusnya semakin baik dalam mendekatkan diri pada Allah, dan jiwanya semakin tercerahkan menjadi pribadi yang tawadhu. Haedar tidak menginginkan bila kedekatan dengan masjid menjadikan orang beriman merasa diri paling suci bahkan mudah menghakimi akidah dan keimanan orang lain.